Cerita Bos Bio Farma Dibully karena Bertaruh Dapatkan Vaksin Sinovac
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 9 Maret 2021 19:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir menceritakan lika-liku perseroannya bertaruh memperoleh vaksin Sinovac untuk Covid-19. Honesti mengatakan perseroan sempat dirisak atau di-bully lantaran menjalin kerja sama dengan perusahaan farmasi asal Cina, Sinovac Biotech Ltd, padahal uji klinis vaksin belum selesai.
“Awal-awal kami memang di-bully. Tapi kami tahu di-bully itu vitamin. Saat itu memang kontrak belum ada dan berisiko menyalahi aturan. Namun kami kalau tidak ambil posisi tidak akan dapat (vaksin),” ujar Honesti dalam Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana 2021 di Jakarta, Selasa, 9 Maret 2021.
Menurut Honesti, Bio Farma segera mengambil langkah untuk menjalin kerja sama dengan Sinovac lantaran semua negara berlomba memperoleh vaksin Covid-19. Kompetisi untuk mendapatkan vaksin sengit terjadi lantaran adanya gap yang sangat lebar antara kebutuhan dan suplai.
Honesti menggambarkan, kebutuhan vaksin seluruh negara mencapai 12-14 miliar dosis dalam satu tahun. Angka itu dihitung dari total penduduk dunia yang berjumlah 6,5-7 miliar dan masing-masing memerlukan dua dosis vaksin.
Sementara itu, merek vaksin yang masuk dalam daftar Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO baru berjumlah belasan. Dari belasan itu, hanya 7-8 perusahaan farmasi yang sudah masuk ke tahap uji klinis.
<!--more-->
Di saat yang sama, negara-negara maju dengan kemampuan ekonomi yang kuat melakukan pemesanan vaksin lebih dulu sehingga membuat stok menipis.
“Lalu bagaimana dengan Indonesia, kita enggak mampu bersaing secara ekonomi. Tapi kita punya kompetensi. BUMN kita punya core produksi vaksin dan ini blessing,” tutur Honesti.
Karena itulah, Bio Farma percaya diri untuk melakukan pembicaraan dengan berbagai perusahaan produsen vaksin. Menurut Honesti, Sinovac adalah produsen yang pertama kali merespons Indonesia, yakni pada tahun lalu. Saat diskusi kedua perusahaan berjalan, vaksin Sinovac sudah masuk ke tahap uji klinis ketiga sehingga risiko kegagalannya lebih kecil.
Namun, masalahnya, kala itu Indonesia belum memiliki aturan terkait kerja sama vaksin. “Lalu bujet belum ada, kontrak belum ada. Risikonya ada semua. Tapi kami tahu bahwa kami kalau tidak ambil posisi akan kehilangan suplai,” katanya.
Akhirnya, pemerintah melalui Menteri Luar Negeri dan Menteri BUMN menjalin pembicaraan dengan pihak Cina.
Melalui kesepakatan kedua negara, Indonesia pun berhasil mendatangkan vaksin Sinovac untuk pertama kalinya pada Januari 2021. Honesti mengatakan saat ini Indonesia merupakan satu dari 60 negara yang sudah memulai vaksinasi Covid-19. “Bahkan di Asia Pasifik, kita yang terbesar,” ujarnya.
BACA: Bio Farma: Vaksin AstraZeneca Harus Disimpan di Suhu 2-8 Derajat
FRANCISCA CHRISTY ROSANA