Harga Pangan Melonjak 9 Bulan Terakhir, FAO: Sangat Mengkhawatirkan
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 8 Maret 2021 17:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Indeks harga pangan Organisasi Pangan dan Pertanian yang dirilis Food and Agriculture Organization atau FAO menunjukkan kenaikan selama sembilan bulan terakhir. Data per Februari 2021 itu menunjukkan kenaikan harga dengan reli terpanjang sejak 2008.
Lonjakan harga barang pangan mulai dari gula hingga minyak nabati pada bulan lalu itu pun menyentuh level rekor baru dalam enam tahun. Ekonom FAO, Shirley Mustafa, menyebutkan lonjakan harga antara lain dipengaruhi Cina yang membeli pasokan pangan dalam jumlah besar, cuaca buruk yang mengganggu panen, dan pasokan bahan pangan yang diperketat oleh sejumlah negara.
Selain memperburuk ketidaksetaraan pangan di negara-negara yang terpukul parah oleh pandemi Covid-19, kenaikan harga pangan juga berisiko mempercepat inflasi. Akibatnya, bank sentral lebih sulit untuk memberikan lebih banyak stimulus.
"Tekanan ini sangat mengkhawatirkan. Harga internasional yang lebih tinggi benar-benar dapat memperburuk kesulitan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi, terutama untuk beberapa kelompok rentan,” kata Shirley Mustafa, dilansir Bloomberg, Senin, 8 Maret 2021.
Negara berpenghasilan rendah dan yang bergantung pada impor, menurut dia, bakal termasuk yang paling terpengaruh. FAO dalam laporannya menyebutkan kebutuhan impor biji-bijian negara-negara itu diperkirakan di atas rata-rata pada rentang 2020-2021.
<!--more-->
Lembaga itu juga memperkirakan sekitar 45 negara membutuhkan bantuan eksternal untuk memenuhi kebutuhan pangan. "Kami melihat sejumlah negara di satu sisi melihat produksi yang lebih besar, tetapi juga dengan kebutuhan impor yang meningkat. Ini adalah akar dari kekhawatiran yang kami miliki atas kenaikan baru-baru ini,” kata Mustafa.
Meski begitu, ketimbang harga pangan yang mencapai titik puncak pada tahun 2011 silam, harga pangan global saat ini masih jauh di bawahnya. Selain itu, ada tanda-tanda bahwa kenaikan harga biji-bijian akan melambat. Bulan lalu harga biji-bijian naik 1,2 persen, paling tidak sejak Juli.
FAO juga optimistis masalah pasokan bakal mereda karena produksi gandum diperkirakan mencapai rekor 780 juta ton musim depan. Sedangkan produksi jagung di Amerika Latin terlihat di atas rata-rata.
Analis Commerzbank AG Michaela Helbing-Kuhl dalam sebuah catatan mengatakan kenaikan harga pangan juga sering dirasakan tidak merata di seluruh dunia. Pasalnya, banyak negara telah mendorong perbedaan antara harga internasional dan lokal melalui subsidi atau pajak perdagangan.
BISNIS
Baca: Impor Beras 1 Juta Ton, Ganjar Pranowo: Kalau Alasan Darurat Bencana, Boleh Saja