Harga Emas Dunia Makin Jeblok, Kini di Level USD 1.796,2 per Troy Ounce
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 25 Februari 2021 12:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Data Bloomberg menunjukkan harga emas berjangka di bursa Comex untuk kontrak April 2021 anjlok 1,7 poin atau 0,09 persen ke level US$ 1.796,2 atau kisaran Rp 812.977 per gram (asumsi kurs Rp 14.079 per dolar AS) pada pukul 11.37 WIB. Sementara itu, harga emas di pasar spot melemah 0,35 persen atau 6,23 poin ke level US$ 1.798,83 per troy ounce atau sekitar Rp 814.162 per gram.
Pada saat yang sama, indeks dolar AS yang melacak pergerakan greenback terhadap mata uang utama lainnya terpantau melemah 0,157 poin atau 0,17 persen ke level 90,019 pada pukul 11.37 WIB.
Jebloknya harga emas ini sudah terjadi dalam dua bulan berturut-turut menyusul kenaikan imbal hasil obligasi Treasury AS. Investor juga tengah mempertimbangkan komentar dari Gubernur The Fed mengenai pertumbuhan dan inflasi.
Pada hari kedua kesaksiannya di depan Kongres AS, Gubernur Federal Reserve Jerome Powell menyebutkan bahwa indikator pemulihan ekonomi masih jauh dari kata tercapai. Kenaikan harga baru-baru ini juga belum mengindikasikan kenaikan inflasi yang berkelanjutan.
Faktor eksternal lain yang turut mempengaruhi sentimen pasar adalah vaksin Covid-19 buatan Pfizer Inc. dan BioNTech SE terbukti sangat efektif melawan virus corona dalam sebuah penelitian yang diikuti hampir 1,2 juta orang di Israel. Pakar kesehatan masyarakat menunjukkan bahwa keberhasilan imunisasi dapat mengakhiri pandemi.
<!--more-->
Sepanjang tahun 2021 ini, harga emas telah melemah lebih dari 5 persen, padahal sebelumnya komoditas itu telah membukukan kenaikan tahunan terbaiknya dalam satu dekade. Jebloknya harga emas ini didorong oleh imbal hasil obligasi Treasury AS 10 tahun yang naik ke level tertinggi dalam satu tahun.
Selain itu, kepemilikan reksa dana yang diperdagangkan di bursa (exchange traded-fund/ETF) didukung oleh penurunan logam mulia. Imbal hasil obligasi pemerintah AS dengan tenor 10 tahun menyentuh 1,4 persen untuk pertama kalinya sejak Februari 2020.
Kenaikan imbal hasil cenderung merugikan daya tarik emas sebagai lindung nilai terhadap inflasi karena meningkatkan peluang kerugian dengan memiliki aset emas yang tidak memberikan imbal hasil. Goldman Sachs Group Inc. telah memangkas perkiraan harga emas menyusul rotasi minat investor menuju aset berisiko karena harga logam mulia ini cenderung mencatat kinerja rendah.
Australia & New Zealand Banking Group Ltd. mengatakan, meskipun imbal hasil yang lebih tinggi telah menekan pergerakan harga emas, kenaikan inflasi dan pelemahan dolar AS akan membuat harga naik tahun ini. Mereka tetap optimistis dan memperkirakan harga emas kembali menyentuh US$ 2.000 per troy ounce pada paruh kedua tahun ini.
"Kami memperkirakan harga emas akan diperdagangkan sideways untuk kuartal berikutnya atau lebih karena aksi jual obligasi berlanjut dan investor memainkan perdagangan reflasi menuju aset berisiko," kata analis komoditas ANZ Daniel Hynes dan Soni Kumari, seperti dikutip Bloomberg.
BISNIS
Baca: Harga Emas Semakin Melemah, Saatnya Jual atau Tambah Koleksi?