DP Nol Persen dan Penurunan Bunga Dinilai Belum Cukup Gerakkan Bisnis Properti
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 20 Februari 2021 05:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah insentif seperti penerapan uang muka atau DP Nol Persen dan penurunan suku bunga acuan yang diobral pemerintah dan Bank Indonesia belakangan ini dinilai tak lantas mendongkrak daya beli masyarakat dan menggerakkan bisnis properti.
Hal tersebut di antaranya disebutkan oleh Direktur PT Metropolitand Land Tbk. Wahyu Sulistio. Ia menyatakan masalah utama saat ini yakni pelemahan daya beli. "Kalaupun orang masih bekerja, tetapi ada yang gajinya dipotong atau penghasilannya berkurang," ujarnya, Jumat, 19 Februari 2021.
Oleh karena itu, menurut dia, masih dibutuhkan sejumlah insentif lain agar benar-benar menggenjot daya beli masyarakat, dalam hal ini mengambil kredit perumahan. Ia menyebutkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan (BPHTB) bisa makin meringankan beban calon pembeli rumah.
Hal senada disampaikan oleh Managing Director Strategic Business & Services PT Sinar Mas Land Alim Gunadi. Ia menyebutkan, selain kebijakan uang muka, penurunan suku bunga acuan hingga menjadi terendah dalam satu dekade terakhir, tetap dibutuhkan stimulus lain dari pemerintah untuk mendorong industri properti.
Ia memperkirakan kondisi properti di 2021 masih sama seperti dengan tahun lalu. Hal ini ditunjukkan dari tren properti yang melandai di kuartal I tahun ini. Namun demikian, pasar milenial dan kepemilikan rumah pertama saat ini disasar perusahaan melihat jumlahnya yang sangat besar.
"Dari sensus sekitar 88 juta milenial mereka first home buyer itu kita coba garap lebih serius di market itu. Kami kembangkan strategi pemasaran berbasis internet seperti launching rumah virtual dan sosial media serta website. Kami tonjolkan produk milenial yang terjangkau dan desain menarik," tutur Alim.
Terkait dengan program LTV 100 persen, dia berharap dapat membantu industri properti secara umum terutama penjualan sektor rumah tapak dan apartemen. "Tapi memang butuh waktu karena akan sangat tergantung dengan kebijakan assesment dan penilaian resiko setiap konsumen yang mengajukan fasilitas KPR," kata Alim.
<!--more-->
Sementara itu, Ketua Umum DPP Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Apernas) Jaya Andre Bangsawan mengatakan stimulus penurunan suku bunga sudah pasti menguntungkan para pelaku usaha. Namun dengan ketatnya aturan diterapkan oleh perbankan itu akan berpengaruh kepada ruang gerak pelaku usaha untuk menggerakkan roda usaha dan pasti memengaruhi tercapainya target pemerintah untuk Program Sejuta Rumah.
Sebelumnya diberitakan sektor properti memperoleh angin segar agar dapat bangkit beserta 175 sektor turunannya setelah Bank Indonesia (BI) menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 3,5 persen.
Selain itu, BI menetapkan loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) 100 persen atau uang muka (down payment) 0 persen untuk kredit properti. Artinya, seluruh kebutuhan dana dalam memperoleh kredit properti ditanggung bank, konsumen tidak perlu membayar uang muka mulai 1 Maret 2021.
Di sisi lain, untuk mewujudkan Program Sejuta Rumah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan kebijakan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) pembiayaan beragun rumah tinggal yang granular dan ringan tergantung pada rasio LTV.
Rinciannya adalah DP Nol Persen hingga 30 persen (LTV ≥70 persen) dengan ATMR 35 persen dan uang muka 30 persen-50 persen (LTV 50 persen-70 persen) dengan ATMR 25 persen. Berikutnya adalah uang muka ≥ 50 persen (LTV ≤ 50 persen) dengan ATMR 20 persen.
BISNIS
Baca: Sah, BI Tetapkan DP Nol Persen untuk Kredit Mobil Baru Mulai Bulan Depan