Ini Sentimen yang Mendominasi Laju IHSG di Awal Februari
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 1 Februari 2021 09:10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksi masih akan melemah pada awal Februari 2021. Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo, Maximilianus Nico Demus menuturkan penurunan kinerja indeks tak terhindarkan, bercermin dari sejumlah sentimen yang mewarnai pasar beberapa waktu terakhir.
“Kalau kita mundur ke belakang, sejak kemenangan Joe Biden lalu vaksinasi itu ada ekspektasi yang luar biasa yang membuat indeks mengalami kenaikan cukup drastis,” ujarnya kepada Tempo, Ahad 31 Januari 2021. Sentimen tersebut bermuara pada ekspektasi pasar yang terlampau tinggi akan keyakinan pemulihan ekonomi tahun ini.
Namun, ekspektasi tersebut seketika berbalik arah ketika pemerintah memutuskan untuk mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021, dari sebelumnya 4,5-5,5 persen, menjadi 4-5,2 persen. Hal serupa juga dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) yang mengecualikan Indonesia dari daftar negara-negara yang mengalami peningkatan proyeksi pertumbuhan.
“Ini berarti ekspektasi terlalu tinggi, bahwa pemulihan ekonomi tidak seindah yang diucapkan,” kata Nico. Kondisi tersebut direspon pelaku pasar saham dengan pesimistis, sehingga mengakibatkan kinerja indeks melemah 1,96 persen, dan ditutup di level 5.862,35 pada Jumat pekan lalu.
Adapun dari sisi inflasi belum menunjukkan adanya kenaikan, atau cenderung merefleksinya konsumsi masyarakat saat ini masih tertahan dan daya beli yang terganggu.
<!--more-->
“Penyebabnya karena penambahan kasus Covid-19 yang terus meningkat, dan ini menunjukkan ternyata pengendalian yang dilakukan selama ini belum efektif dan efisien,” ucapnya. Secara keseluruhan, Nico memproyeksikan indeks akan bergerak di kisaran 5.800 – 5.945 pada pekan awal Februari.
Walhasil, sejumlah emiten yang sebelumnya menunjukkan pergerakan kenaikan harga drastis akibat sentimen-sentimen pemulihan ekonomi terkena imbasnya. “Ketika pasar gegap gempita akan ekspektasi dan harapan, harga saham bergerak di luar fundamental dan valuasinya,” kata Nico.
Beberapa saham emiten yang dimaksud antara lain PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Itama Ranoraya (IRRA), dan PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS). “Selama ini KAEF dan IRRA menanjak karena sentimen vaksinasi, lalu BRIS karena penggabungan bank syariah BUMN,” ujarnya.
“Namun akhirnya ketika sentimen itu habis mereka akan kembali ke harga fundamentalnya, terbukti saham-saham tersebut mengalami auto reject bawah (ARB) dalam sepekan terakhir.
Analis Phillip Sekuritas Indonesia, Anugerah Zamzami Nasr mengungkapkan pergerakan pasar ke depan juga masih akan dipengaruhi oleh sejumlah data, seperti data makro ekonomi hingga laporan keuangan emiten.
<!--more-->
Beberapa data makro ekonomi yang dimaksud adalah tingkat inflasi, purchasing managers index (PMI, serta hasil pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020. “Proyeksinya indeks masih akan melemah di kisaran level support 5.675 dan resistance di level 6.161,” ucapnya.
Direktur Investama Hans Kwee menyarankan investor untuk tidak melakukan aksi panic selling, dan tetap melakukan akumulasi saham-saham yang berfundamental baik namun telah banyak mengalami penurunan harga.
Hans menambahkan IHSG baru akan berpotensi rebound pada akhir pekan, dengan range pergerakan berkisar 5.56-5.700 untuk level support, dan 6.068-6.154 untuk level resistance. “Penurunan harga saham banyak mendorong terjadinya forces sell yang dilakukan sekuritas untuk mengurangi posisi margin nasabah ritel juga menjadi pemberat pasar,” katanya.
BACA: IHSG Hari Ini Diperkirakan Masih Tertekan di Kisaran 5.803-5.960, Apa Sebabnya?