Batok Kelapa, Dari Tulungagung Merambah Jamaika  

Reporter

Editor

Senin, 27 Oktober 2008 08:12 WIB

Chairul Amin, pengusaha tas tempurung, di JCC, Jakarta, Minggu (21/09).(TEMPO/Yosep Arkian/20080921)

TEMPO Interaktif, Jakarta: Bagi kebanyakan orang, tempurung atau batok kelapa paling banter hanya bisa dijadikan arang. Tapi, di tangan Chairul Amin, 45 tahun, tumpukan tempurung diubahnya menjadi aneka barang kerajinan, seperti tas, cincin, hingga kancing nan unik. Hasilnya, tumpukan rupiah dapat diraup perajin asal Tulungagung, Jawa Timur, itu.

Proses kreatif dimulai dengan memisahkan jenis batok berdasarkan warnanya: batok muda yang berwarna krem, dan batok kelapa tua. Semua batok itu lantas dikeringkan selama beberapa waktu agar tak berjamur. Penjemuran batok muda perlu waktu sedikitnya dua hari, sedangkan batok tua cukup beberapa jam saja. Setelah itu, batok-batok tersebut dibersihkan dan diampelas agar mulus dan bebas dari sabut. Selanjutnya, setiap batok siap dicetak, dipotong, atau diukir sesuai dengan motif yang diinginkan.

Amin mencontohkan, untuk membuat sebuah tas dengan motif benikan penuh, dibutuhkan waktu penyelesaian cukup lama. "Karena lebih rumit, membuat benikan dan menjahit minimal 2.000 benikan dengan tangan bisa seharian lebih untuk satu tas kecil," ujarnya saat ditemui Tempo di arena Indocraft dan Lebaran Fair beberapa waktu lalu. Sedangkan untuk motif ukir atau batok kotak dan bulat ukuran besar, relatif lebih cepat dan tidak butuh ketelitian lebih besar.

Pada masa awal merintis usaha, 2001, ayah empat anak itu hanya bermodal dua mesin pencetak dan pengebor besar dan kecil. Dengan mesin itu dia mencoba membuat cincin atau kancing dari batok kelapa berdiameter 0,5 sentimeter. "Kami menyebutnya benikan," ujar Amin. Dengan alat itu pula dia mengukir batok menjadi motif tertentu dan dirangkainya menjadi sebuah tas. Kini usahanya berkembang dengan 16 mesin pencetak pengebor.

Untuk bahan baku, sarjana pertanian jebolan Universitas Wijayakusuma, Surabaya, itu tak perlu pusing. Di lingkungan sekitarnya banyak teronggok serpihan batok kelapa. Semua jenis batok dari kelapa muda atau kelapa tua akan dipakainya sebagai bahan utama produk kerajinan. Bahan lainnya adalah bunga kelapa atau yang sering disebut manggar, kayu, dan kain.

Advertising
Advertising

Semula harga batok cuma Rp 750 per kilogram. Kini, karena sudah dianggap barang komersial, nilai ekonomis batok pun melonjak dua kali lipat menjadi Rp 1.200-1.500 per kilo. Maklum, dia harus bersaing dengan pembeli lain yang juga memanfaatkan batok kelapa ini untuk tempat menampung getah karet.

"Saya tinggal dekat hutan karet milik Perhutani," ujarnya. Dengan mengerahkan 10-15 pegawai, Amin biasa memasok 400-500 tas dari ukuran kecil, S (20 cm x 35 cm), hingga L (40 cm x 50 cm) setiap bulan. Pernah pula ia menerima pesanan hingga 1.000 buah sehingga harus mengerahkan tetangga kanan-kiri untuk membantunya.

Tas-tas cantik hasil kreasi Amin tak cuma dijajakan di toko-toko seni di Bali dan Yogyakarta, tapi juga ada yang memesannya dari luar negeri, misalnya Jamaika. Ia mengakui, pesanan sepanjang tahun lalu mencapai 10 ribu unit tas. Sedangkan tahun ini hanya 8.000 unit. Penghasilan bersih yang biasa masuk ke sakunya berkisar Rp 14-17,5 juta.

Soal harga, Amin mematok harga untuk pembeli lokal sebesar Rp 35-90 ribu, tergantung motif dan ukurannya. Padahal, di luar negeri, harga jual tas buatannya bisa mencapai Rp 450 ribu. "Ya, bagaimana, mereka menilainya kan barang unik, antik, susah buatnya bagi mereka. Tapi kalau di sini, ya, nggak laku karena daya belinya masih terbatas," ujar Amin sambil terkekeh.

Nyaris tak ada kendala yang ditemui Amin selama menjalani usaha ini, selain cuaca. Jika memasuki musim penghujan, kata dia, otomatis tingkat produksi menurun drastis. Sebab, batok kelapa akan sulit kering. Ia pernah mencoba menyiasati pengeringan melalui oven, tapi hasilnya ternyata tak bagus. "Tetap keluar jamur," ujarnya.

Ketika disinggung soal hak paten, Amin hanya tertawa getir. Jangankan hak paten, membuat label sendiri saja susah. Broker yang menjual kembali barang-barang kreasinya ke luar negeri lebih suka memberi label "Made in Bali", bukan "Made in Indonesia". "Lebih menjual, katanya," ujar Amin.

Dian Yuliastuti 


Berita terkait

Jokowi Puji 'Mama Muda' di Forum Ekonomi: Saya Senang

52 hari lalu

Jokowi Puji 'Mama Muda' di Forum Ekonomi: Saya Senang

Presiden Joko Widodo memuji perkembangan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah di tanah air.

Baca Selengkapnya

Amartha dan Unilever Indonesia Sinergikan Jejaring Usaha Mikro Perempuan

27 Februari 2024

Amartha dan Unilever Indonesia Sinergikan Jejaring Usaha Mikro Perempuan

Amartha dan Unilever Indonesia kolaborasikan jejaring usaha mikro Perempuan dengan jejaring bank sampah berbasis komunitas untuk kelola sampah plastik secara produktif dan ekonomis.

Baca Selengkapnya

Jenis dan Contoh UMKM di Indonesia yang Banyak Diminati

3 Februari 2024

Jenis dan Contoh UMKM di Indonesia yang Banyak Diminati

Keberadaan UMKM di Indonesia kian meningkat karena memiliki daya tarik tersendiri. Pahami jenis dan contoh UMKM di Indonesia yang banyak diminati.

Baca Selengkapnya

Terbitkan 7,1 Juta Nomor Induk Berusaha Via OSS, BKPM: Didominasi Usaha Mikro Kecil

31 Desember 2023

Terbitkan 7,1 Juta Nomor Induk Berusaha Via OSS, BKPM: Didominasi Usaha Mikro Kecil

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah menerbitkan sebanyak 7.146.105 nomor induk berusaha (NIB).

Baca Selengkapnya

Lampaui Target, BRI Catat Business Matching Rp 1,26 T Lewat UMKM Expo

10 Desember 2023

Lampaui Target, BRI Catat Business Matching Rp 1,26 T Lewat UMKM Expo

BRI mencatat business matching antara UMKM dengan pembeli di luar negeri melalui UMKM EXPO(RT) Brilianpreneur 2023 mencapai Rp 1,26 triliun.

Baca Selengkapnya

Keberhasilan Kupedes BRI terhadap Pelaku Usaha Mikro di Indonesia

15 November 2023

Keberhasilan Kupedes BRI terhadap Pelaku Usaha Mikro di Indonesia

Terus tumbuh kuat, kinerja kredit segmen mikro PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI tercatat semakin baik pascapandemi.

Baca Selengkapnya

Undang-Undang Cipta Kerja Bentuk Keberpihakan Pemerintah kepada Usaha Mikro Kecil

2 Oktober 2023

Undang-Undang Cipta Kerja Bentuk Keberpihakan Pemerintah kepada Usaha Mikro Kecil

Undang-Undang Cipta Kerja Bentuk Keberpihakan Pemerintah kepada Usaha Mikro Kecil

Baca Selengkapnya

Hari UMKM Nasional, BRI Tegaskan Komitmen Dukung Pembiayaan Mikro

12 Agustus 2023

Hari UMKM Nasional, BRI Tegaskan Komitmen Dukung Pembiayaan Mikro

BRI optimistis segmen mikro dapat berkontribusi sebesar 45 persen dari total portofolio pembiayaan.

Baca Selengkapnya

Pemasaran Produk UMKM, Dosen ITB: Media Sosial untuk Menyasar Target Pasar

2 Agustus 2023

Pemasaran Produk UMKM, Dosen ITB: Media Sosial untuk Menyasar Target Pasar

Pemasaran UMKM di media sosial membutuhkan kata kunci pesan untuk menyasar target pasar

Baca Selengkapnya

Riset Prediksi Kebutuhan Pembiayaan UMKM Rp 4.300 T pada 2026

14 Juli 2023

Riset Prediksi Kebutuhan Pembiayaan UMKM Rp 4.300 T pada 2026

Riset yang dilakukan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bersama Ernst & Young Indonesia menemukan kebutuhan pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah alias UMKM yang mencapai ribuan triliun pada 2026.

Baca Selengkapnya