Pertamina Yakin Raup Laba Bersih Rp 11,3 Triliun di Akhir Tahun 2020
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 7 Desember 2020 11:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) yakin hingga akhir tahun ini dapat meraup laba bersih hingga US$ 800 juta atau sekitar Rp 11,3 triliun (asumsi kurs Rp 14.120 per dolar AS). Angka ini berbalik dari kerugian bersih yang dibukukan perseroan pada semester pertama tahun ini sebesar Rp 11 triliun.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan bahwa meski kinerja perseroan terdampak triple shock karena pandemi Covid-19, seluruh lini bisnis terus bergerak. Perusahaan pelat merah itu pun berhasil menuntaskan target tahun ini sesuai dengan KPI yang ditetapkan pemegang saham.
Selain itu, kata Nicke, Pertamina juga melakukan pengelolaan utang dalam upaya untuk mempertahankan rasio keuangan yang sehat. Hasilnya menunjukkan prognosis rasio utang akhir 2020 tetap terjaga baik dengan tren yang masih kompetitif dibandingkan dengan perusahaan migas nasional maupun internasional lainnya.
Dengan posisi keuangan itu, tiga lembaga pemeringkat internasional yaitu Moody's, S&P, dan Fitch menetapkan kembali Pertamina pada peringkat investment grade masing-masing pada level baa2, BBB dan BBB.
"Penilaian international rating dengan tingkat investment grade menunjukkan bahwa kepercayaan investor tetap tinggi, dan mengindikasikan tingkat ketangguhan [resilience] Pertamina yang cukup baik dalam mengatasi kondisi dampak pandemi pada 2020,” ujar Nicke melalui keterangan resmi yang dikutip, Senin, 7 Desember 2020.
<!--more-->
Nicke menjelaskan, di tengah banyak tantangan pada tahun ini, Pertamina secara konsisten tetap mengoperasikan seluruh aktivitas produksinya dari hulu ke hilir. Selain itu, Pertamina terus menggerakkan seluruh mitra bisnis pada ekosistem bisnis proses Pertamina dan sektor energi Indonesia.
VP Komunikasi Perusahaan Pertamina Fajriyah Usman sebelumnya menjelaskan kerugian yang dihadapi perusahaan sepanjang semester pertama tahun 2020. Dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain konsolidasian Pertamina (tidak diaudit) per 30 Juni 2020, terlihat perusahaan merugi US$ 767,92 juta atau sekitar Rp 11,13 triliun. Perhitungan tersebut menggunakan asumsi kurs Rp 14.500 per dolar AS.
"Pertamina menghadapi triple shock," ujar Fajriyah seperti dikutip dari siaran pers, Senin, 24 Agustus 2020.
Fajriyah menjelaskan ketiga syok itu adalah penurunan harga minyak mentah dunia, penurunan konsumsi BBM di dalam negeri, serta pergerakan nilai tukar dolar AS yang berdampak pada selisih kurs yang cukup signifikan. “Pandemi Covid-19 dampaknya sangat signifikan bagi Pertamina," tuturnya.
Dengan penurunan demand, depresiasi rupiah, dan juga crude price yang berfluktuasi sangat tajam, kata Fajriyah, membuat kinerja keuangan Pertamina sangat terdampak.
BISNIS
Baca: Ahok Usul Sebagian Minyak Mentah Diekspor, Apa Sebabnya?