Kadal raksasa komodo di Taman Nasional Komodo. Dok. Kemenparekraf
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah peneliti di Institut Pertanian Bogor (IPB) University meneliti di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak beberapa tahun terakhir. Ada sejumlah temuan dan kesimpulan dalam penelitian ini.
Temuan Pertama Perilaku komodo dapat berubah bila terjadi interaksi yang terlalu tinggi dengan wisatawan. "Jadi menurut kami interaksi ini harus dikurangi," kata Mirza Kusrini, pengajar di Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi Lingkungan DPR di Jakarta, Senin, 23 November 2020.
Rapat ini digelar DPR untuk membahas pembangunan sarana dan prasarana wisata alam Loh Buaya di Pulau Rinca, NTT. Rapat digelar di tengah polemik karena proyek ini dianggap hanya akan mengganggu habitat asli dari Komodo.
Temuan Kedua Meski demikian, para peneliti IPB menyimpulkan kondisi populasi dan habitat komodo di dalam Taman Nasional Komodo masih dalam kondisi yang terjaga. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (klhk) juga menyampaikan hal serupa beberapa waktu lalu.
Mereka mencatat ada sebanyak 3.022 ekor komodo pada 2019, bertambah 125 ekor dibandingkan 2018 yang hanya 2.897 ekor. Khusus di Loh Buaya, jumlahnya ada 66 ekor.
Temuan Ketiga Para peneliti IPB mencatat masih ada ancaman terhadap keberadaan komodo. Pertama dari kemungkinan masuknya spesies seperti kodok buduk. Kedua, dari persepsi terhadap konservasi yang rendah dari masyarakat yang tinggal berdampingan dengan habitat komodo.
Temuan Keempat Peneliti IPB juga mencatat bahwa komodo tidak hanya berada di dalam taman nasional, tapi juga di luarnya. Tapi selama ini, hanya komodo yang berada di area taman nasional yang lebih banyak diperhatikan. "Yang di luar, mereka ga terlalu diperhatikan," kata dia.
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
4 hari lalu
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.