Sri Mulyani Sebut Omnibus Law Sebagai Reformasi Ambisius di Masa Krisis
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 18 November 2020 14:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hari ini memaparkan kebijakan Indonesia di tengah Covid-19. Hal ini disampaikan dalam diskusi bersama pemimpin dan eksekutif dunia.
Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah adalah Omnibus Law UU Cipta Kerja yang baru saja diteken oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Sebagai negara berpendapatan menengah, kata Sri Mulyani, Indonesia ingin berusaha lebih baik. Tidak hanya saat krisis Covid-19 ini terjadi, tapi juga setelahnya.
"Itulah kenapa, bahkan dalam krisis, pemerintah Indonesia masih melakukan reformasi yang ambisius, Omnibus Law on The Job Creation," kata Sri Mulyani dalam acara Bloomberg New Economy Forum: The Future of Cities pada Rabu, 18 November 2020.
Penjelasan tersebut disampaikan di hadapan sejumlah peserta yang hadir, mulai dari mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Rodham Clinton, Governor of Tokyo Metropolitan Yuriko Koike, hingga CEO Mastercard Ajay Banga.
Menurut Sri Mulyani, misi dari UU Cipta Kerja ini adalah untuk melakukan debirokratisasi dan deregulasi. Lalu menyederhanakan regulasi yang ada.
Selama ini, salah satu masalah fundamental di Indonesia adalah regulasi yang terlalu banyak. Untuk itu, UU Cipta Kerja akan menyederhanakan regulasi tersebut dan diharapkan meningkatkan indeks kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) di Indonesia.
<!--more-->
Selain UU Cipta Kerja, Sri Mulyani juga menceritakan bantuan stimulus berupa modal yang diberian kepada UMKM. Sebab, pandemi Covid-19 telah menyerang banyak sektor, terutama sektor informal. "Karena semua bekerja dari rumah, sekolah dari rumah," kata dia.
Tak hanya memberikan akses permodalan, bantuan juga diberikan berupa relaksasi kredit di perbankan. "Bisa lebih dari 8 bulan," kata Sri Mulyani.
Sementara itu, Hillary memberi pandangan soal kebijakan negaranya menghadapi pandemi Covid-19. Ia mengkritik stimulus yang digelontorkan pemerintahan Presiden Donald Trump.
"Stimulus pasca-Covid-19 ini tidak mencukupi," kata Hillary Clinton yang juga menjadi lawan Donald Trump pada Pemilu Presiden AS 2016. Menurut dia, stimulus yang diberikan Trump belum benar-benar menyentuh warga Amerika Serikat, para karyawan, dan usaha kecil di negaranya.
Baca: Di Depan KPK, Sri Mulyani Bicara 4 Dilema Kebijakan Covid-19