Konglomerasi Baru Bermunculan, OJK: Jika Kolaps Risiko Besar ke Ekonomi
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 30 Oktober 2020 16:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peran besar dan strategis konglomerasi keuangan membawa dampak positif bagi perekonomian nasional secara keseluruhan. Namun, ketika bisnis konglomerasi itu terganggu, OJK mencemaskan risiko sistemik mengintai perekonomian nasional.
“Jika salah satu anggota konglomerasi kolaps ini bisa berisiko besar terhadap ekonomi, terlebih sebanyak 66,96 persen total aset jasa keuangan dikuasai konglomerasi yang kalau dibedah sebenarnya orang di belakangnya itu-itu saja,” ucap Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, Kamis 29 Oktober 2020.
Goyahnya konglomerasi keuangan contohnya menjadi salah satu biang kerok krisis ekonomi 2008, yang kala itu dipicu oleh keruntuhan grup bisnis Lehman Brothers di Amerika Serikat. Krisis finansial bahkan bergulir begitu cepat dan menjalar ke berbagai negara lainnya.
Bhima berujar kondisi dapat menjadi kian buruk ketika terdapat tekanan eksternal yang kuat dan berpotensi merontokkan sistem keuangan Indonesia. “Bahkan bisa lebih cepat dari krisis tahun 1998, dampak sistemik ini yang dikhawatirkan.”
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andri Asmoro mengatakan kompleksitas risiko yang dimiliki oleh grup perusahaan jasa keuangan tak terhindarkan karena menjejakkan banyak kaki di lintas sektor. “Karena ketika suatu institusi keuangan punya anak usaha dari berbagai jenis usaha, risiko yang masuk bisa melalui macam-macam kemungkinan,” ujarnya.
<!--more-->
Hal itu pula yang kemudian menyebabkan tingkat kewaspadaan terhadap perusahaan konglomerasi harus lebih tinggi. Dia mencontohkan suatu bank yang hanya menjalankan satu bisnis jasa keuangan yaitu bank itu saja, maka risiko yang datang hanya berasal dari entitas individu bank tersebut, seperti dari kredit yang telah disalurkan.
“Ini berbeda dengan bank yang kemudian juga punya anak usaha perusahaan sekuritas, lalu ketika terjadi volatilitas saham akan berpengaruh pada pendapatannya, atau ketika anak usahanya membeli obligasi lalu macet, itu akan berpengaruh ke kinerja secara konsolidasi,” kata Andri.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengungkapkan saat ini ada 45 grup usaha yang masuk sebagai konglomerasi keuangan di Indonesia.
Guna memperketat pengawasan pada kelompok-kelompok konglomerasi tersebut, otoritas telah menerbitkan beleid baru yaitu Peraturan Nomor 45 Tahun 2020 tentang Konglomerasi Keuangan pada 16 Oktober 2020. “Peraturan ini kami buat agar kami bisa melihat satu per satu secara lebih detil,” ucapnya.
Seperti diketahui, saat ini terdapat sejumlah grup konglomerasi keuangan dengan penguasaan aset di atas Rp 100 triliun, yang umumnya bergerak di sektor perbankan.
Beberapa di antaranya adalah perusahaan pelat merah maupun swasta, seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Danamon Indonesia Tbk, dan PT Bank Permata Tbk.
<!--more-->
Seiring dengan maraknya aksi merger dan konsolidasi perbankan dan industri jasa keuangan lainnya dalam setahun terakhir, kekuatan konglomerasi baru pun marak bermunculan.
Salah satunya PT Bank Bukopin Tbk yang berencana membentuk konglomerasi keuangan setelah KB Kookmin Bank menjadi pengendali saham perseroan. Direktur Utama Bank Bukopin Rivan A, Purwantono mengatakan perseroan berencana mengakuisisi dan mendirikan perusahaan baru di bidang jasa keuangan, dimana pembentukan konglomerasi keuangan itu akan dimulai pada 2022.
Rivan menjelaskan dalam menanamkan modalnya, KB Kookmin juga turut membawa sejumlah lini bisnis lain miliknya ke Indonesia. Beberapa lini bisnis yang dimiliki adalah KB Securities, KB Insurance, KP Capital, dan KB Real Estate Trust.
“Dengan berbekal jaringan yang dimiliki kami akan mengembangkan perusahaan konglomerasi dengan mengakuisisi perusahaan pembiayaan (multifinance) dan asuransi,” katanya. Rencana berikutnya adalah mengembangkan PT Bank Syariah Bukopin untuk memperbesar penetrasi pasar jangka panjang.
Baca: OJK: Hingga Agustus, Pendapatan Premi Asuransi Jiwa Turun 9,3 Persen