Faisal Basri: Industrialisasi Pedesaan Solusi Terbaik Kurangi Pengangguran
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 30 Oktober 2020 06:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Senior Faisal Basri menilai solusi terbaik untuk mengurangi pengangguran dan membuka tenaga kerja baru adalah dengan industrialisasi di pedesaan dengan menggunakan teknologi tepat guna, serta pembangunan pertanian berbasis komunitas.
"Insya allah kita lebih aman, lebih bisa menapaki tantangan-tantangan ke depan dengan lebih mengikutsertakan seluruh elemen masyarakat. Tidak seperti sekarang terkesan hanya mengutamakan kepentingan-kepentingan pengusaha, utamanya pengusaha besar," kata Faisal Basri dalam siaran virtual melalui Youtube, Kamis, 29 Oktober 2020.
Hal itu, kata dia, untuk merespons pernyataan presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam rapat terbatas yang mengatakan bahwa Undang-undang Cipta Kerja dibutuhkan karena setiap tahun ada 2,9 juta penduduk usia kerja baru atau anak muda yang masuk ke pasar kerja.
Presiden, kata dia, menyebutkan di massa pandemi Indonesia memiliki 6,9 juta pengangguran. Pengangguran yang diakibatkan oleh pandemi ini ada 3,5 juta orang dan 87 persen dari total penduduk pekerja memiliki pendidikan setingkat SMA ke bawah, di mana 39 persen sekolah dasar. Sehingga , menurut Jokowi, perlu mendorong penciptaan lapangan kerja baru, khususnya di sektor padat karya.
Dengan begitu, segala sesuatu yang menghambat usaha padat karya harus dienyahkan, misalnya ketentuan tentang upah, hak-hak normatif buruh dikurangin dalam UU Cipta kerja agar ada semakin fleksibel pasar kerja.
<!--more-->
Faisal menilai UU Cipta Kerja disesuaikan dengan 'keinginan pengusaha' agar tidak terbebani dari unsur tenaga kerja dan segala kewajiban terkait tenaga kerja dipermudah.
"Tapi ingat, kita tidak boleh lagi mengedepankan strategi upah murah. Karena itu tidak sesuai dengan kenyataan," ujarnya.
Faisal menuturkan lebih dari separuh orang yang bekerja adalah orang berpendidikan sekolah menengah pertama(SMP) ke bawah, 18,34 persen SMA. SD dan SMP 56 persen dari total yang bekerja.
Sedangkan, profil pengangguran yang ingin dibantu dalam omnibus law, pengangguran paling banyak dari tamatan sekolah menengah kejuruan (SMK) 8,49 persen, tamatan diploma satu sampai tiga sebesar 6,76 persen, SMA 6,77, kemudian universitas 5,73. Untuk yang berpendidikan SD ke bawah angka penganggurannya sangat kecil 2,64 persen dan paling kecil kedua SMP 5,02 persen.
"Jadi kalau ingin menjamah industri padat karya, ingin membantu industri padat karya sehingga tercipta lapangan kerja yang makin luas untuk industri padat karya, jauh api dari panggang," kata dia,
Dengan begitu, menurut Faisal, harus membuka lapangan pekerjaan yang lebih berkualitas dan lebih tinggi kualifikasinya. Hal itu karena memang orang-orang yang mencari pekerjaan ini kualifikasi pendidikannya lebih tinggi. Namun, hal itu, tidak berarti abai terhadap usahausaha yang menyerap tenaga kerja banyak, di mana itu masih dibutuhkan.
<!--more-->
Sebagian besar, kata dia, masalah itu harus diselesaikan dengan menciptakan peluang-peluang baru di pedesaan. Karena mayoritas angkatan kerja yang tamatan SD dan SMP ada di pedesaan.
"Dengan cara yg berbeda, bukan dengan omnibus law melainkan dengan industrialisasi di pedesaan dengan teknologi tepat guna," kata Faisal.
Baca: Ini Sebab Faisal Basri Sebut Omnibus Law Tak Atasi Akar Masalah Utama Investasi
HENDARTYO HANGGI