Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat memberikan keterangan pers tentang realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 per akhir Oktober 2019 di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin, 18 November 2019. Sri juga menyampaikan, realisasi belanja negara tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.121,1 triliun atau 68,6 persen dari target APBN dan alami pertumbuhan secara tahunan sebesar 4,3 persen, ini lebih rendah dari periode yang sama di tahun 2018 yakni 19,6 persen. TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah telah merevisi aturan soal penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar. Dalam aturan baru, Sri Mulyani memangkas bea keluar alias pungutan ekspor untuk veneer kayu (lembaran kayu dengan ketebalan hingga 3 mm) dari semula 15 persen menjadi 5 persen.
Revisi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 166/PMK.010/2020 merevisi PMK Nomor 13/PMK.010/2020. Beleid baru ini diteken Sri Mulyani pada Jumat kemarin, 23 Oktober 2020 dan diundangkan diundangkan di hari sama.
"Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," demikian bunyi aturan baru ini.
Tapi, ini hanya berlaku untuk satu kriteria veener saja. Kriterianya yaitu "lembaran tipis kayu yang diperoleh dengan cara mengupas atau menyayat kayu bundar atau kayu gergajian dengan ketebalan tidak lebih dari 6 mm."
Sementara untuk veneer wooden sheet for packaging, besaran pungutannya tidak berubah yaitu 2 persen. Selain itu, Sri Mulyani juga mengubah satu ketentuan dalam bagian pengecualian.
Produk veneer berupa slat kayu atau pencil slat tetap bebas pungutan ekspor, seperti PMK yang lama. Tapi dimensinya sedikit berubah, dari semula lebar tak lebih dari 70 mm, menjadi 80 mm di PMK yang baru diteken Sri Mulyani.