Ekonom Sebut Pembangunan Infrastruktur Belum Tekan Biaya Logistik, Ini Buktinya
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Minggu, 18 Oktober 2020 12:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, memberikan catatan terhadap kinerja pemerintah dalam mengupayakan peningkatan daya saing logistik. Catatan ini sekaligus merupakan evaluasi menjelang satu tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi di periode keduanya.
“Pembangunan infrastruktur belum mampu menurunkan biaya logistik karena banyak infrastruktur yang salah dalam perencanaan,” ujar Bhima saat dihubungi pada Sabtu, 17 Oktober 2020.
Bhima mengungkapkan, biaya logistik di Indonesia masih memakan porsi 23-24 persen dari produk domestik bruto. Tingginya biaya logistik ini menyebabkan daya saing investasi di Indonesia lemah.
Upaya pemerintah mempermudah akses sempat disinggung dalam pidato pelantikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi setahun lalu di depan MPR. Jokowi kala itu mengatakan pemerintah memiliki target pembangunan infrastruktur yang menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, yang mempermudah akses ke kawasan wisata, mendongkrak lapangan kerja baru, dan mengakselerasi nilai tambah perekonomian rakyat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan biaya logistik nasional bisa ditekan menjadi 17 persen dari Produk Domestik Bruto atau PDB melalui pembentikan Ekosistem Logistik Nasional atau National Logistic Ecosystem (NLE). “NLE, bisa menurunkan biaya logistik kita yang 23,5 persen dari PDB menjadi 17 persen,” ujar dia, 24 September lalu.
<!--more-->
Sri Mulyani mengatakan pemangkasan biaya 5-6 persen dari PDB itu akan disumbang dari penyederhanaan semua proses logistik dari hulu sampai ke hilir dengan menyederhanakan proses, menghilangkan repetisi, serta mempermudah pelaku usaha dalam sistem logistik.
Beberapa bentuk penyederhanaan misalnya dengan menerapkan sistem penebusan delivery order dan persetujuan pengeluaran peti kemas secara online dan dilakukan nonstop. Sebelumnya, proses tersebut dilakukan manual dengan jam pelayanan terbatas. Langkah ini diperkirakan memberikan efisiensi biaya Rp 402 miliar per tahun dan efisiensi waktur 91 persen.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah akan menghemat ongkos Rp 1,5 triliun per tahun setelah NLE berjalan. NLE merupakan platform yang menyelaraskan lalu-lintas barang dengan dokumen internasional mulai kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang tujuan.
“LNE ini saya sudah di-brief sejak 2 tahun lalu dan kemarin saya paksakan harus selesai bulan ini. Dengan LNE, kita bisa melakukan cost efficiency (penghematan) cukup besar Rp 1,5 triliun,” tutur Luhut.
Luhut menjelaskan, melalui NLE, pemerintah akan memangkas rantai perizinan perdagangan internasional dari semula 17 transaksi menjadi hanya satu transaksi. Adapun penghematan sebesar lebih kurang Rp 1,5 triliun itu berasal dari sejumlah kegiatan yang ditransformasikan secara digital.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | CAESAR AKBAR
Baca: Berbagai Manfaat Tol Manado-Bitung Menurut Jokowi