Gelombang Penolakan Omnibus Law, Akademisi Soroti Cara Komunikasi Pemerintah

Minggu, 11 Oktober 2020 04:58 WIB

Petugas melakukan pembersihan sisa puing di Halte Transjakarta Sarinah, Jakarta, Jumat, 9 Oktober 2020. Sejumlah fasilitas umum rusak pasca kerusuhan demo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada Kamis, 8 Oktober 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah akademisi menyoroti persoalan komunikasi dari pemerintah terkait UU Omnibus Law Cipta Kerja, yang menuai penolakan masif di masyarakat. Pandangan ini disampaikan dalam acara sosialisasi yang digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam Jumat kemarin, 9 Oktober 2020.

"Manajemen komunikasinya belum optimal," kata Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing yang menjadi salah satu peserta dalam acara sosialisasi ini saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 10 Oktober 2020.

Sosialisasi ini dipimpin oleh Raden Pardede dari tim asistensi Kemenko Perekonomian. Dalam salinan surat yang diterima Tempo, ada 33 daftar undangan, mulai dari akademisi, pengusaha, Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sosialisasi ini digelar lima hari setelah Omnibus Law disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020. Setelah pengesahan, gelombang protes pun menjalan di sejumlah kota. Aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja lalu berujung kericuan pada 6 sampai 8 Oktober 2020.

Lebih lanjut dalam acara ini, Emrus menyampaikan bahwa substansi dari Omnibus Law ini sebenarnya bagus. Salah satunya karena memberikan kemudahan berusaha bagi usaha kecil dan memangkas birokrasi yang ada.

Advertising
Advertising

Masalahnya, manajemen komunikasi tidak dilakukan secara optimal. Padahal seharusnya, kata dia, komunikasi ini harus dimulai sejak ide Omnibus Law ini dibuat sampai dengan tahap pelaksanaannya nanti. "Komunikasi jadi kunci utama," kata dia.

Dalam acara ini, Emrus menyebut tim dari Kemenko juga mengakui ada persoalan komunikasi dalam Omnibus Law. Tapi, kata dia, Raden Pardede sudah berjanji akan memperbaiki komunikasi ini ke depannya.

Peserta lain yang diundang yaitu Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah. Ia menyayangkan proses penyusunan Omnibus Law tidak dilakukan dengan baik.

<!--more-->

Sejak awal proses penyusunan, kata Piter, stigma negatif sebenarnya sudah lahir dari Omnibus Law ini. Tapi ternyata sepanjang penyusunan tidak diredam oleh pemerintah. "Ketika disahkan, stigma itu meledak," kata dia.

Piter mengatakan masih ada waktu untuk memperbaiki proses yang ada. Ia menyarankan agar pembentukan aturan turunan dari Omnibus Law ini tidak dilakukan secara buru-buru. "Jalan bareng merangkul semua pihak," kata dia.

Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri pun ikut dalam acara ini, Semua Emrus dan Piter, Yose pun menyinggung persoalan komunikasi pemerintah dalam Omnibus Law.

"Kelihatannya pemerintah sekarang tidak belajar dari pengalaman subsidi BBM," kata dia. Sebelumnya, pemerintah telah beberapa kali menerapkan kebijakan pencabutan subsidi ini.

Menurut Yose, ini adalah salah satu contoh sukses menerapkan kebijakan yang kontroversial. Lantaran sebelumnya, pemerintah sudah gencar memberikan pembelajaran ke publik bahwa subsidi BBM itu tidak tepat sasaran.

Sehingga bisa berjalan lancar saat akan diterapkan. Terlebih, pencabutan subsidi juga sempat dilakukan saat harga minyak dunia sedang turun. "Harusnya dari awal, bisa belajar dari itu," kata dia.

Ketika dihubungi, Raden Pardede membenarkan acara sosialisasi ini dan mengatakan memang ada penguatan komunikasi untuk menjelaskan Omnibus Law yang sudah disahkan. "Kami akan melanjutkan komunikasi publik ke depan," kata dia.

Bahkan, Raden menyebut pemerintah juga akan melibatkan akademisi untuk ikut aktif dalam mengawal pembuatan Peraturan Pemerintah (PP) dari Omnibus Law. Sesuai dengan Pasal 185 Omnibus Law, PP maupun Peraturan Presiden (Perpres) sebagai pelaksana Omnibus Law wajib ditetapkan paling lama tiga bulan.

Baca: Kewajiban 30 Persen Hutan Hilang di Omnibus Law, Menteri LHK: Justru Lebih Ketat

Berita terkait

Said Iqbal Ungkap Dua Tuntutan Buruh Saat May Day

14 menit lalu

Said Iqbal Ungkap Dua Tuntutan Buruh Saat May Day

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengungkapkan dua tuntutan para pekerja di Indonesia pada Hari Buruh Internasional alias May Day.

Baca Selengkapnya

UU Cipta Kerja, Outsourcing, dan Upah Murah Jadi Sorotan dalam Peringatan Hari Buruh Internasional

5 jam lalu

UU Cipta Kerja, Outsourcing, dan Upah Murah Jadi Sorotan dalam Peringatan Hari Buruh Internasional

Serikat buruh dan pekerja menyoroti soal UU Cipta Kerja, outsourcing, dan upah murah pada peringatan Hari Buruh Internasional 2024. Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

15 Ribu Buruh Asal Bekasi akan Geruduk Istana, Tolak Outsourcing dan Omnibus Law

9 jam lalu

15 Ribu Buruh Asal Bekasi akan Geruduk Istana, Tolak Outsourcing dan Omnibus Law

Sekitar 15 ribu buruh asal wilayah Bekasi akan melakukan aksi May Day atau peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2024 di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hadiri WEF, Airlangga Beberkan Tantangan RI Ciptakan Lapangan Kerja

2 hari lalu

Hadiri WEF, Airlangga Beberkan Tantangan RI Ciptakan Lapangan Kerja

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bicara besarnya tantangan Indonesia di bidang tenaga kerja, khususnya dalam hal penciptaan lapangan kerja.

Baca Selengkapnya

Begini Pengaturan Soal Zoonosis dan Masyarakat Adat dalam RUU KSDAHE

13 hari lalu

Begini Pengaturan Soal Zoonosis dan Masyarakat Adat dalam RUU KSDAHE

Sejumlah aspek dalam RUU KSDAHE dianggap masih memerlukan penguatan dan penyelarasan.

Baca Selengkapnya

Menkumham Beri Remisi Lebaran 159.557 Narapidana, Bagaimana Aturan dan Siapa yang Berhak Mendapatkannya?

20 hari lalu

Menkumham Beri Remisi Lebaran 159.557 Narapidana, Bagaimana Aturan dan Siapa yang Berhak Mendapatkannya?

Menkumham berikan remisi khusus kepada 159.557 narapidana saat perayaan Idul Fitri 1445 H. Apa dasar hukum pemberian remisi ini?

Baca Selengkapnya

Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

33 hari lalu

Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pemerintah memutihkan lahan sawit ilegal di kawasan hutan.

Baca Selengkapnya

365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

33 hari lalu

365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

Ratusan perusahaan pemilik lahan sawit ilegal di kawasan hutan mengajukan pemutihan.

Baca Selengkapnya

Aksi Sejagad Matinya Demokrasi Era Jokowi di Yogyakarta: Pemilu Terburuk Sepanjang Sejarah Indonesia

46 hari lalu

Aksi Sejagad Matinya Demokrasi Era Jokowi di Yogyakarta: Pemilu Terburuk Sepanjang Sejarah Indonesia

Aksi Sejagad: 30 Hari Matinya Demokrasi di Era Kepemimpinan Jokowi di Yogyakarta sebut Pemilu 2024 sebagai pemilu terburuk sepanjang sejarah Indonesia

Baca Selengkapnya

Ada Usulan Sukabumi Masuk Kawasan Aglomerasi, Ini Kata Wakil Ketua Baleg DPR

47 hari lalu

Ada Usulan Sukabumi Masuk Kawasan Aglomerasi, Ini Kata Wakil Ketua Baleg DPR

Penentuan wilayah yang masuk kawasan aglomerasi merupakan kewenangan pemerintah.

Baca Selengkapnya