UU Cipta Kerja, Airlangga: Salary Tidak Turun, Waktu Kerja seperti UU Lama
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 7 Oktober 2020 19:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Undang-undang Cipta Kerja tidak akan mengurangi hak-hak buruh, termasuk pendapatan. Pengesahan UU Cipta Kerja ini sebelumnya memperoleh pertentangan dari berbagai pihak karena sejumlah pasalnya dianggap kontroversial.
“Salary yang diterima tidak akan turun,” ujar Airlangga dalam konferensi pers yang digelar virtual, Rabu, 7 Oktober 2020.
Menurut Airlangga, pemerintah tidak menghilangkan klausul tentang upah minimum yang selama ini telah diatur di Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003. Di samping itu, ia memastikan buruh juga akan tetap memperoleh pesangon dan mendapatkan tambahan jaminan dari pemerintah berupa jaminan kehilangan pekerjaan atau JKP.
Dalam UU Cipta Kerja, pemerintah mengatur uang pesangon yang diberikan kepada buruh karena PHK maksimal adalah 19 kali gaji sesuai dengan masa kerjanya. Sebanyak sepuluh kali gaji diberikan untuk pesangon dan sembilan kali lainnya uang penggantian hak.
Sedangkan dalam pembahasan bersama DPR pada 3 Oktober lalu, pemerintah bersepakat memberikan JKP sebanyak lima kali gaji. Dengan demikian, jumlah uang pesangon yang diterima pekerja adalah sebanyak 25 kali. Total pesangon yang diterima buruh lebih kecil dari pembahasan sebelumnya yang mencapai 32 kali gaji.
Di samping itu, Airlangga memastikan waktu kerja dan jam istirahat mingguan tidak berkurang. “Waktu kerja, istirahat minggu, tetap seperti undang-udang lama,” katanya.
<!--more-->
Ia menjelaskan, UU Cipta Kerja hanya menambahkan aturan untuk pekerjaan yang membutuhkan fleksibilitas seperti e-commerce. Kemudian, ia juga memastikan pemerintah tak mengurangi hak cuti lainnya, semisal cuti haid, hamil, dan menyusui.
Berdasarkan bunyi UU Cipta Kerja, hak istirahat pekerja sebanyak dua kali sepekan yang sebelumnya diatur dalam Pasal 79 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 telah dihapus. Undang-undang yang baru hanya mengatur jatah libur istirahat mingguan sebanyak satu hari untuk enam hari kerja dalam sepekan.
Sedangkan beleid lama mengatur istirahat mingguan sebanyak hari untuk enam hari kerja dalam sepekan atau dua hari untuk lima hari kerja dalam sepekan. Kemudian, UU Cipta Kerja juga mengubah bunyi aturan tentang istirahat panjang atau cuti besar. Istirahat panjang dalam undang-undang yang baru hanya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Sementara itu, pada aturan sebelumnya, ketentuan istirahat panjang disebutkan lebih detail. Pasal lama berbunyi istirahat sekurang-kurangnya dua bulan diberikan kepada pekerja pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing satu bulan.
Syaratnya, pekerja atau buruh harus bekerja selama enam tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam dua tahun berjalan. Selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja enam tahun.
Baca: 12 Masalah Omnibus Law Versi KSPI Disebut Hoaks, Ini Penjelasan Said Iqbal