Bakamla Usir Kapal Cina di Natuna, IOJI Sebut Pentingnya Hak Berdaulat di ZEE

Senin, 21 September 2020 20:33 WIB

KRI Teuku Umar-385 melakukan peran muka belakang usai mengikuti upacara Operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020 di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Jumat, 3 Januari 2020. Badan Keamanan Laut atau Bakamla sebelumnya menjelaskan adanya pelanggaran atas ZEE Indonesia, di perairan utara Natuna, pada Desember 2019, saat itu kapal penjaga pantai (coast guard) pemerintah Cina, muncul di perbatasan perairan. ANTARA/M Risyal Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Senior Researcher Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Andreas Aditya Salim, meminta instansi-instansi keamanan laut Indonesia perlu untuk terus mewaspadai keberadaan kapal-kapal ikan atau kapal Cina lainnya di Laut Natuna Utara. Khususnya di wilayah yang berbatasan langsung dengan laut lepas (high seas) South China Sea.

Hal ini harus dilakukan agar hak berdaulat (sovereign rights) Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen (LK) tidak dilanggar. "Hak berdaulat Indonesia adalah hak atas sumber daya kelautan baik yang hidup maupun yang tidak hidup yang berada di kolom air laut maupun dasar laut dan tanah di bawahnya yang bersifat eksklusif bagi Indonesia,” ucap Andreas seperti dikutip dari keterangan resmi, Senin, 21 September 2020.

Selain Laut Natuna Utara, pemerintah RI juga perlu mewaspadai potensi penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) pada ZEEI yang berbatasan dengan Samudera Pasifik, yaitu Wilayah Pengelolaan Perikanan 716 dan 717.

“Bakamla RI, TNI-AL dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) perlu menyusun Strategi dan Rencana Operasi Bersama (SROB) untuk menjaga wilayah yurisdiksi Indonesia terutama yang berbatasan langsung dengan Laut Lepas maupun wilayah yurisdiksi negara lain,” kata Andreas.

Andreas mengapresiasi kepada Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL) yang memukul mundur kapal Cina di Perairan Natuna beberapa waktu lalu.

Advertising
Advertising

KN Nipah dan KRI Imam Bonjol 383 sebelumnya dikerahkan untuk menghalau (shadowing) kapal China Coast Guard (CCG) 5204 yang berada di dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) sejak hari Sabtu, 12 September 2020. Kapal kemudian keluar dari wilayah tersebut pada hari Senin tanggal 14 September 2020.

KN Nipah mulai melakukan mencegah masuknya CCG 5204 ke perairan Natuna dengan meningkatkan kecepatannya dan mengubah haluan melaksanakan intersep hingga jarak 1 nautical miles (Nm). KN Nipah kemudian berkomunikasi dengan kapal Coast Guard China terkait kegiatan mereka di perairan tersebut.

Adapun Kapal CCG 5204 bersikeras bahwa mereka sedang berpatroli di area nine dash line yang merupakan wilayah teritorial Republik Rakyat Cina (RRC).

<!--more-->

Namun menurut personel KN Pulau Nipah - 321, bahwa berdasarkan UNCLOS 1982 tidak diakui keberadaan nine dash line, dan CCG 5204 sedang berada di area ZEEI. Oleh karena itu, CCG 5204 diminta segera keluar dari wilayah yurisdiksi Indonesia.

Kedua kapal sempat saling membayang-bayangi satu sama lain. KN Nipah 321 terus berupaya menghalau CCG 5204 keluar dari ZEEI sampai akhirnya pada 14 September 2020 Kapal CCG 5204 keluar dari ZEEI.

Lebih jauh Andreas menyebutkan Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan perlu diberdayakan untuk memperkuat kerjasama dan koordinasi antar instansi yang memiliki kewenangan penegakan hukum di bidang perikanan.

Selain itu, mengingat luasnya wilayah yang dijaga dan diawasi yang berakibat pada besarnya biaya operasional, serta beban APBN yang saat ini penggunaannya difokuskan untuk penanganan pandemi Covid-19, SROB dinilai menjadi elemen yang sangat penting.

SROB diperlukan agar tugas pengawasan dapat terdistribusi dengan merata dan berkesinambungan dengan didukung berbagai teknologi pengawasan antara lain: citra satelit, radar, pesawat maritime surveillance, pemantauan AIS/VMS, dan lain-lain.

Pemerintah Cina sebelumnya membantah tuduhan kapal coast guard-nya telah menerobos Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Natuna beberapa waktu lalu. Wang Wenbin, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, mengklaim kapal coast guard mereka masih beroperasi di wilayah yurisdiksi seharusnya.

"Kami hanya melakukan patroli normal seperti biasanya, di wilayah yurisdiksi kami. Hak dan kepentingan kami di perairan yang masuk Laut Cina Selatan tersebut sangat jelas," ujar Wang Wenbin, dikutip dari kantor berita Reuters, Selasa pekan lalu, 15 September 2020.

Diberitakan pada Sabtu kemarin, Kapal Patroli KN Nipah-321 milik Badan Keamanan Laut RI (Bakamla) mendapati kapal coast guard Cina CCG 5204 beroperasi di Laut Natuna Utara. Padahal, perairan tersebut sudah masuk yurisdiksi Indonesia dan tak ada pemberitahuan akan ada kapal Cina di sana.

BISNIS | REUTERS

Baca: Kapal Cina Diduga Terlibat Pencurian Ikan di Natuna Utara

Berita terkait

KPK Setor Rp126 Miliar ke Negara dari Uang Pengganti Kasus Korupsi di Bakamla

6 hari lalu

KPK Setor Rp126 Miliar ke Negara dari Uang Pengganti Kasus Korupsi di Bakamla

KPK menyetorkan uang pengganti kasus suap satelit Bakamla dengan terpidana korporasi PT Merial Esa.

Baca Selengkapnya

KJRI Kuching Minta Malaysia Bebaskan 8 Nelayan Natuna yang Ditangkap

7 hari lalu

KJRI Kuching Minta Malaysia Bebaskan 8 Nelayan Natuna yang Ditangkap

KJRI mengatakan, APPM mengatakan 3 kapal nelayan Natuna ditangkap karena melaut di dalam perairan Malaysia sejauh 13 batu dari batas perairan.

Baca Selengkapnya

Tiga Kapal Nelayan Tradisional Indonesia Kembali Ditangkap Otoritas Malaysia

10 hari lalu

Tiga Kapal Nelayan Tradisional Indonesia Kembali Ditangkap Otoritas Malaysia

Tiga kapal nelayan Indonesia asal Natuna ditangkap oleh penjaga laut otoritas Malaysia. Dituding memasuki perairan Malaysia secara ilegal.

Baca Selengkapnya

KKP Buru Kapal Cina Ilegal yang Melakukan Penangkapan Ikan di Perairan Indonesia

15 hari lalu

KKP Buru Kapal Cina Ilegal yang Melakukan Penangkapan Ikan di Perairan Indonesia

KKP menduga kapal Cina ilegal itu masih berada di perairan sekitar Laut Aru.

Baca Selengkapnya

Luhut Optimistis Pengalihan FIR dari Singapura ke Indonesia Berdampak Positif

38 hari lalu

Luhut Optimistis Pengalihan FIR dari Singapura ke Indonesia Berdampak Positif

Menteri Luhut Binsar Pandjaitan optimistis bahwa pengalihan FIR dari Singapura ke Indonesia berdampak positif.

Baca Selengkapnya

Ambil Alih Pengaturan Ruang Udara di Natuna dari Singapura, RI Masih Kuasai FIR Australia dan Timor Leste

38 hari lalu

Ambil Alih Pengaturan Ruang Udara di Natuna dari Singapura, RI Masih Kuasai FIR Australia dan Timor Leste

Indonesia mengambil alih pengaturan ruang udara di Kepri dan Natuna dari Singapura, namun masih menguasai FIR wilayah Australia dan Timor Leste

Baca Selengkapnya

Pengaturan Ruang Udara Kepri dan Natuna Ditangani Indonesia setelah 78 Tahun Dikelola SIngapura

39 hari lalu

Pengaturan Ruang Udara Kepri dan Natuna Ditangani Indonesia setelah 78 Tahun Dikelola SIngapura

Pengaturan ruang udara dan informasi penerbangannya (FIR) di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna resmi diatur Indonesia setelah 78 ditangani Singapura

Baca Selengkapnya

BMKG: Gelombang Tinggi hingga 6 Meter Masih Berpotensi di Perairan Natuna

13 Februari 2024

BMKG: Gelombang Tinggi hingga 6 Meter Masih Berpotensi di Perairan Natuna

Gelombang tinggi kisaran 4-6 meter berpeluang terjadi di Laut Natuna Utara dan perairan utara Kepulauan Natuna.

Baca Selengkapnya

BMKG: Waspada Gelombang Tinggi 4 Meter, Terutama di Perairan Natuna

10 Februari 2024

BMKG: Waspada Gelombang Tinggi 4 Meter, Terutama di Perairan Natuna

BMKG mengeluarkan peringatan gelombang tinggi hingga 4 meter, terutama di lautan Natuna.

Baca Selengkapnya

Bakamla dan Amerika Serikat Resmikan Pusat Pelatihan Maritim di Batam

31 Januari 2024

Bakamla dan Amerika Serikat Resmikan Pusat Pelatihan Maritim di Batam

Peresmian Pusat Pelatihan oleh Bakamla ini dilakukan setelah ada penandatanganan Rencana Kerja Bilateral Keamanan Maritim pada 8 November 2023

Baca Selengkapnya