Revisi UU BI Sebut Bank Sentral Kembali Awasi Bank pada Tahun 2023, Sikap OJK?
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 19 September 2020 14:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo angkat bicara soal revisi Undang-Undang Bank Indonesia yang menyebutkan bank sentral akan kembali mengawasi perbankan.
Anto menjelaskan, dalam prosesnya DPR memiliki kewenangan legislasi dalam berkontribusi bagi pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi virus Corona tahun ini. "Kalau OJK saat ini fokus saja dengan tugas yang diamanatkan yang ada di UU, karena UU itu produk politik yang disepakati antara DPR dan Pemerintah," katanya, Sabtu 19 September 2020.
Meski begitu, menurut Anto, pemerintah juga merasa ada kegentingan dan mendesak untuk diterbitkannya Perppu yang dimungkinkan dalam kondisi saat ini.
Sementara itu, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo mengatakan pembahasan masih sangat dinamis di Badan Legislatif. "Ini lagi dibahas di Baleg kan. Nggak tahu, nih," ujarnya saat dikonfirmasi tentang rancangan Revisi UU BI tersebut.
Sebelumnya diberitakan pengembalian fungsi pengawasan bank dari OJK ke BI secara bertahap dan dilaksanakan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2023. Hal tersebut tercantum dalam dokumen Rancangan Undang-undang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menegaskan fungsi pengawasan bank miliki Otoritas Jasa Keuangan akan dialihkan kepada Bank Indonesia.
<!--more-->
Dalam dokumen itu tertulis proses pengalihan kembali fungsi pengawasan bank dari Otoritas Jasa Keuangan kepada Bank Indonesia dilakukan secara bertahap setelah dipenuhinya syarat-syarat.
"Yang meliputi infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat,” seperti dikutip dari ayat 3 Pasal 34 dalam rancangan undang-undang tersebut, Jumat, 18 September 2020.
Draf beleid itu menyebutkan bahwa UU 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu diubah. Perubahan juga mempertimbangkan guna mewujudkan Bank Indonesia sebagai bank sentral sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu perlu dilakukan penataan kembali terhadap bank sentral agar mampu menetapkan kebijakan moneter secara menyeluruh dan terkoordinasi. Hal tersebut dilakukan agar pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengatasi situasi darurat yang dapat membahayakan ekonomi negara, dan menjawab tantangan perekonomian ke depan dalam menghadapi globalisasi ekonomi.
Menurut RUU tersebut, saat ini kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia masih berfokus pada stabilitas nilai tukar dan harga saja. Hal ini belum cukup kuat untuk mendorong perekonomian, menciptakan lapangan kerja, dan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
BISNIS
Baca: Bahas Revisi UU BI, DPR Soroti Pengawasan OJK di Banyak Kasus Hingga Jiwasraya