Ahok Usul soal Super Holding, Dahlan Iskan Sebut Wacana Sejak Masa Tanri Abeng
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 19 September 2020 10:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan mengomentari kritik Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ihwal BUMN. Salah satunya, mengenai pernyataan Ahok yang menyebut Kementerian BUMN harus dibubarkan.
Dalam tulisannya di laman disway.id, Dahlan mengatakan gagasan itu bukanlah wacana anyar. "Bahwa BTP mengatakan -di video itu- seharusnya Kementerian BUMN dibubarkan, itu bukan pemikiran baru. Sejak Tanri Abeng menjadi menteri BUMN yang pertama, pemikiran itu sudah ada, Tanri sudah mengemukakan itu," ujar dia, Kamis, 17 September 2020.
Hal yang baru dari pernyataan Ahok, ujar Dahlan, adalah linimasanya. Bekas Gubernur DKI Jakarta itu menyarankan agar sebelum Presiden Joko Widodo turun, pola seperti Temasek milik Singapura sudah terbentuk. "Artinya BUMN sudah bubar?" tulis Dahlan.
Dahlan berujar selama ini pemikiran pembentukan superholding seperti Temasek di Indonesia tidak pernah mati. Namun, jalannya sangat lambat lantaran dimulai melalui pembentukan holding-holding usaha sejenis terlebih dahulu. Ia mengatakan jalan itu ditempuh lantaran dianggap paling realistis.
Dengan gagasan tersebut, setiap periode kepresidenan selalu terbentuk holding baru. Misalnya saja pada periode kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, telah terbentuk holding pupuk Indonesia dan Semen Indonesia. Berikutnya, pada periode pertama Presiden Jokowi, holding perkebunan dan pertambangan terbentuk.
Kalau dalam satu masa jabatan presiden bisa melahirkan dua holding, Dahlan memperkirakan perlu sepuluh periode kepresidenan untuk superholding bisa terbentuk. Itu pun dengan asumsi tidak ada perubahan gelombang politik."Tapi holding demi holding terbentuk. Lambat tapi tidak bisa dikatakan jalan di tempat."
Ia lantas mempertanyakan ide Ahok yang mengatakan sebelum Jokowi turun, superholding harus sudah terbentuk."Mungkinkan itu bisa terwujud? mungkin saja, siapa tahu ada langkah sapu jagad," ujar bekas Direktur Utama PLN itu.
<!--more-->
Salah satu kendala dalam pembentukan holding BUMN selama ini antara ain karena harus melewati proses politik, yaitu melalui persetujuan DPR. Dahlan pun mengatakan bahwa pada mulanya juga ia setuju pembentukan superholding secepatnya dan mengakhiri Kementerian BUMN.
Namun, ia menyadari bahwa ada banyak Undang-undang yang harus diubah, salah satunya UU Perbankan. "Apakah realistis memaksakannya?" tanya dia. "Tapi siapa tahu BTP memang bisa, siapa tahu segera ada omnibus law untuk pembentukan superholding itu."
Sebelumnya, viral sebuah video pendek berisi kritik Ahok di antaranya menyoal sistem di Kementerian BUMN. Dalam video berdurasi 6 menit 39 detik itu, Ahok menyampaikan kekesalannya dalam mengawasi Pertamina. Salah satunya adalah ketika ada direksi yang diganti tanpa sepengetahuan dirinya.
Begitu juga pergantian direksi perusahaan negara yang ditentukan oleh Kementerian BUMN. "Karena semua RUPS yang menentukan KPI (key performance indicator) itu dewan komisaris dan dewan direksi yang ada di Kementerian BUMN," katanya.
Ahok juga menyinggung soal praktik-praktik bagaimana direksi BUMN bermain aman dengan melobi langsung Menteri BUMN. Sejumlah komisaris BUMN pun merupakan titipan dari kementerian.
Tak hanya itu, Ahok pun berpendapat sudah saatnya Kementerian BUMN dibubarkan dan diganti dengan superholding yang menaungi holding-holding perusahaan pelat merah yang ada, seperti sistem Temasek Singapura. "Kementerian BUMN harus dibubarkan sebelum pak Jokowi turun," ucapnya.
Tempo sudah berupaya mengkonfirmasi soal video tersebut ke Ahok. Namun panggilan lewat sambungan telepon hingga pesan pendek yang dilayangkan hingga kini belum direspons.
CAESAR AKBAR | FAJAR PEBRIANTO
Baca: 4 Kritik Ahok yang Viral Soal Pertamina sampai Isu Lobi Menteri BUMN