PSBB Total Saat Daya Tahan Bisnis Terbatas, Ekonom: Hati-hati
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rahma Tri
Kamis, 10 September 2020 18:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bakal memberlakukan lagi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total atau penuh mulai Senin, 14 September 2020. Menanggapi rencana ini, ekonom Aviliani menilai pemerintah harus mewaspadai kondisi sejumlah perusahaan untuk menghadapi PSBB Jakarta jilid II ini.
"Hati-hati, karena daya tahannya terbatas," kata Aviliani dalam diskusi Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) DI Jakarta, Kamis, 10 September 2020.
Lebih lanjut, selain kondisi perusahaan, Aviliani juga meminta pemerintah mewaspadai dampak PSBB ini kepada sektor usaha kecil menengah. Berkaca pada PSBB Maret 2020 saat awal pandemi, sektor ini benar-benar terkena imbas. Setelah PSBB dicabut, bisnis mereka juga belum sepenuhnya pulih.
Aviliani kemudian mengutip hasil survei terbaru dari Danareksa Research Institute (DRI), yang menunjukkan bahwa penerapan tatanan normal baru (new normal) saat ini belum mendorong pemulihan ekonomi. Sebab, prioritas belanja masyarakat masih pada kebutuhan primer.
Sebaliknya, konsumsi terhadap kebutuhan sekunder masih berkurang, kendati sudah ada pelonggaran PSBB. Rincian konsumsi barang yang berkurang berdasarkan survei DRI ini adalah sebagai berikut:
1. Makan di luar: berkurang 84,69 persen
2. Jalan-jalan: 80,1 persen
3. Snack dan kopi: 64,73 persen
4. Produk perawatan wajah: 36,14 persen
5. Skincare: 21,93 persen
6. produk perawatan pribadi: 12,18 persen
<!--more-->
Untuk itu, Aviliani menyarankan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk lebih diprioritaskan untuk sisi permintaan. Sebaliknya, ia meminta pemerintah tidak terlalu memaksakan pertumbuhan kredit di perbankan untuk dunia usaha, di saat demand itu sendiri sedang rendah.
Adapun nasib usaha kecil menengah di masa PSBB awal pandemi Covid-19 sudah pernah dipotret dalam survei Katadata Insight Center (KIC). Mereka melakukan survei terhadap 206 usaha kecil menengah. Hasilnya, 82,9 persen dari mereka mengalami penurunan omzet hingga kondisi usaha yang kian memburuk.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, hadir dalam rilis survei ini. Dia mengatakan hasil survei ini tidak jauh berbeda dengan informasi yang sudah dikumpulkan pihaknya dari 200 ribu pelaku usaha kecil menengah se-Indonesia. "Data hampir sama dengan kami," kata Teten dalam dalam acara Webinar Katadata Forum Virtual Series di Jakarta, Jumat, 26 Juni 2020.
Penerapan PSBB Jakarta secara total ini diumumkan Anies Baswedan pada Rabu, 9 September 2020 kemarin. Hanya 11 bidang usaha esensial yang boleh berjalan dengan operasi minimal, seperti di awal masa pandemi Covid-19 Maret lalu.
"Melalui kebijakan rem darurat dan penetapan status PSBB, kegiatan perkantoran non esensial di wilayah Jakarta harus tutup dan melaksanakan mekanisme bekerja dari rumah (work from home)," kata Anies.
Anies menjelaskan, kebijakan rem darurat diambil berdasarkan tiga poin pertimbangan, yaitu angka kematian di Jakarta yang terus meningkat, serta ketersediaan tempat tidur isolasi dan ruang ICU untuk merawat pasien Covid-19.
Baca juga: RS Corona Disebut Hampir Kolaps, Luhut dan Anies Akan Tinjau Wisma Atlet