PSBB DKI, Menteri Airlangga Minta Anies Baswedan Evaluasi Kebijakan Ganjil Genap
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 10 September 2020 11:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengevaluasi kebijakan ganjil genap di Ibu Kota. Hal ini berkenaan dengan rencana Anies menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB mulai pekan depan.
Airlangga menyebutkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sempat memberlakukan PSBB penuh, PSBB transisi, dan kini akan kembali menerapkan PSBB penuh. "Karena sebagian besar data yang terpapar 62 persen dari RS Kemayoran basisnya karena transportasi umum, sehingga beberapa hal, beberapa kebijakan yang perlu dievaluasi termasuk terkait ganjil genap," ujar Airlangga dalam konferensi video, Kamis, 10 September 2020.
Terkait penerapan PSBB tersebut, Airlangga menyarankan agar kegiatan perkantoran dilakukan melalui flexible working hour, dengan menerapkan 50 persen pekerja di kantor dan sisanya di rumah. Serta tetap membuka kegiatan untuk 11 sektor esensial.
Sebelumnya, Anies Baswedan mengatakan bakal mewajibkan seluruh perkantoran tutup mulai Senin, 14 September 2020. Sebabnya, Pemerintah DKI memutuskan menginjak rem darurat menghentikan PSBB Transisi.
"Melalui kebijakan rem darurat dan penetapan status PSBB, kegiatan perkantoran non esensial di wilayah Jakarta harus tutup dan melaksanakan mekanisme bekerja dari rumah (work from home)," kata Anies melalui keterangan resminya, Rabu, 9 September 2020.
Anies hanya mengizinkan 11 bidang usaha esensial yang boleh tetap berjalan dengan operasi minimal. Selain itu, 11 bidang perusahaan itu juga tidak boleh beroperasi penuh seperti biasa dengan penerapan pembatasan jumlah karyawan.
Adapun seluruh izin operasi tambahan bagi bidang usaha non esensial yang didapatkan ketika masa awal PSBB dahulu, baik oleh Pemprov DKI maupun oleh Kementerian Perindustrian, tidak lagi berlaku dan harus mendapatkan evaluasi ulang bila merasa perlu mendapat pengecualian. "Selain itu, seluruh tempat hiburan harus tutup," ujarnya.
Sebelas sektor yang dikecualikan antara lain kesehatan, bahan pangan, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu; dan kebutuhan sehari-hari.
Baca: PSBB DKI Jilid II, Pengusaha Minta Pemerintah Perluas Stimulus untuk Cegah PHK