Permintaan Melemah, Inflasi Sepanjang 2020 Diperkirakan Turun jadi 2,5 Persen
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 7 September 2020 10:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti ekonomi senior Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandhi memprediksi inflasi sepanjang 2020 akan berkisar 2,5 persen secara yoy dibanding tahun 2019. Perkiraan ini melemah dibandingkan proyeksi sebelumnya di rentang 3 persen yoy.
Eric menyebutkan turunnya prediksi inflasi ini sejalan dengan lemahnya sisi permintaan. "Dengan memperhitungkan IKS merevisi proyeksi angka inflasi pada 2020 ke 2,5 persen yoy, dari sebelumnya 3,0 persen yoy," katanya seperti dikutip dari keterangan resmi, Senin, 7 September 2020.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pada Agustus 2020 terjadi deflasi sebesar 0,05 persen secata month-to-month (mtm) atau inflasi sebesar 1,32 persen yoy. Deflasi terjadi karena kombinasi dari peningkatan pasokan barang dan jasa selama pemberlakuan adaptasi kebiasaan baru dan masih lemahnya permintaan barang dan jasa oleh rumah-rumah tangga.
Bank Indonesia juga telah memperkirakan deflasi pada September akan berlanjut, yaitu sebesar 0,01 persen mtm. Adapun inflasi pada September 2020 secara tahun kalender sebesar 0,92 persen ytd dan secara tahunan sebesar 1,46 persen yoy.
Penyumbang utama deflasi diperkirakan berasal dari komoditas daging ayam ras sebesar -0,05 persen (mtm), bawang merah sebesar -0,03 persen (mtm), cabai merah dan telur ayam ras masing-masing sebesar -0,02 persen (mtm).
Selain itu, beberapa komoditas lainnya, seperti cabai rawit, jeruk, dan emas perhiasan juga menyumbang deflasi dengan masing-masing sebesar -0,01 persen (mtm). Di sisi lain, komoditas penyumbang inflasi di antaranya bawang putih dan minyak goreng masing-masing sebesar 0,01 persen mtm.
BISNIS
Baca: BI Biayai Fiskal, Dampaknya ke Inflasi Bakal Terasa pada 2021