Aakar Abyasa Fidzuno Sebut Dosa Besar Jouska
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Kodrat Setiawan
Selasa, 1 September 2020 11:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri sekaligus CEO PT Jouska Finansial Indonesia (Jouska), Aakar Abyasa Fidzuno, membeberkan kelalaian yang dilakukan perusahaannya hingga menyebabkan entitas yang bergerak di bidang perencana keuangan itu terlilit masalah. Salah satunya terkait hubungan Jouska dengan PT Mahesa Strategis Indonesia.
Aakar mengatakan, selama beroperasi, advisor Jouska berkomunikasi secara rutin dengan klien, termasuk membantu klien untuk berkomunikasi dengan pihak ketiga. Padahal, menurut dia, Jouska sama sekali tidak memiliki afiliasi dengan Mahesa.
Aakar pun menyebut perusahaan semestinya membuat standar operasional prosedur yang mengatur komunikasi antara perusahaan dengan pihak ketiga sedari awal. “Kenapa klien menganggap kami terhubung dengan Mahesa, itu karena salah satu dosa besar advisor Jouska terbiasa berkomunikasi langsung dengan pihak klien dan pihak ketiga. Ini adalah kelalaian,” tutur Aakar dalam konferensi pers virtual, Selasa, 1 September 2020.
Di samping itu, ia menekankan bahwa Jouska dan Mahesa adalah dua entitas berbeda. Namun, karena komunikasi yang intens dengan pihak ketiga itu, Aakar mengatakan kliennya menduga Jouska terlibat kerja sama erat dengan Mahesa.
Ia pun menampik selama ini Jouska punya akses ke rekening saham nasabah. Karena itu, menurut dia, Jouska tak dapat mengelola dana dan memperjualbelikan saham klien. “Jouska juga tidak pernah menerima komisi atas transaksi saham klien yang dikelola oleh Mahesa,” tuturnya.
Aakar mengklaim, advisor Jouska sebatas menyarankan klien untuk mengembangkan portofolio sahamnya agar dibantu para broker saham yang tergabung dalam Mahesa. “Atas kesalahpahaman ini, kami mengaku lalai dan bertanggung jawab penuh,” katanya.
Jouska diduga terafiliasi dengan tiga perusahaan investasi. Ketiganya adalah PT Mahesa Strategis Indonesia (MSI), PT Amarta Investasi, dan PT Amarta Janus Indonesia. Sebab, Aakar Abyasa diketahui memiliki 72 persen saham di Amarta Investasi atau setara dengan Rp 216 juta. Dia tercatat menjadi komisaris perusahaan manajer investasi tersebut.
<!--more-->
Sedangkan di Mahesa, Aakar ditengarai memiliki 70 persen saham dari total 500 saham atau setara dengan Rp 350 juta. Di perusahaan konsultan keuangan itu dia menjabat sebagai komisaris utama. Kemudian, di Amarta Janus Indonesia, Aakar menjabat sebagai direktur utama dengan kepemilikan 80 persen saham. Jumlah itu setara dengan Rp 1,6 miliar.
Jouska sebeumnya telah menghentikan kegiatan operasional sementara. Merebaknya kasus ini dimulai dari keluh-kesah klien perusahaan perencana keuangan terhadap kinerja investasi yang jeblok.
Dalam operasinya, Jouska melakukan kegiatan seperti penasihat investasi sebagaimana dimaksud dalam UU Pasar Modal, yaitu pihak yang memberi nasihat (advisory) kepada pihak lain mengenai penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa.
Otoritas Jasa Keuangan menemukan Jouska melakukan kerja sama dengan Mahesa Strategis Indonesia dan Amarta Investa Indonesia dalam pengelolaan dana nasabah seperti kegiatan manajer investasi.
Dalam wawancara kepada Tempo sebelumnya, Aakar mengakui menjadi komisaris dan ikut mendirikan Mahesa. Perusahaan itu didirikan karena ada permintaan dari koleganya para sales sekuritas agar disediakan tempat bersama.
Di sana, Aakar mengatakan lebih banyak bertindak sebagai investor. Walau, saat ini dia masih menjabat sebagai komisaris tersebut. "(Sampai sekarang) masih sebagai komisaris," kata Aakar.
Sehingga, Aakar pun mengakui dia tidak melakukan pengawasan maksimal di dua perusahaan ini. "Kalau pengawasan seperti apa, ya lalai," katanya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | FAJAR PEBRIANTO
Baca juga: Aakar Abyasa Blak-blakan Soal Sengketa 63 Klien Jouska