DPR Tolak Keras Permintaan Freeport Tunda Target Penyelesaian Smelter jadi 2024
Reporter
Tempo.co
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 27 Agustus 2020 13:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Jenpino Ngabdi melaporkan progress pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian minteral atau smelter di Gresik, Jawa Timur. Dengan kondisi terbaru saat ini, menurut dia, akan sangat sulit memenuhi tenggat waktu penyelesaian pembangunan smelter yang ditetapkan pemerintah di tahun 2023.
Pasalnya, hingga Juli 2020, pembangunan smelter yang ditargetkan mencapai 10,5 persen ternyata realisasinya hanya 5,85 persen. Hal tersebut di antaranya akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan belum adanya kesepakatan antara Freeport dan kontraktor engineering, procurement and construction (EPC) smelter, khususnya terkait biaya dan target waktu penyelesaian proyek.
"EPC terkendala karena ada pembatasan di negara-negara asal. Ada vendor yang belum aktif, akibatnya kontraktor belum finalisasi biaya dan waktu penyelesaian. Belum semua vendor beri penawaran harga final," kata Jenpino, dalam rapat kerja dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis, 27 Agustus 2020.
Jenpino menjelaskan, para vendor dan PC juga mengaku kesulitan memenuhi target pemerintah dan memerlukan adanya revisi jadwal. "Jika memungkinkan, kami memohon ada pelonggaran hingga 2024," tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, politikus dari Fraksi Partai Golkar Rudy Mas'ud menolak keras permintaan PT Freeport Indonesia itu. Ia meminta sejumlah alasan teknis seperti adanya pandemi Covid-19, perizinan, dijadikan alasan hambatan. "Ujung-ujungnya tak terwujud," katanya.
Rudy juga menyoroti bahwa permintaan PT Freeport Indonesia soal kelonggaran waktu penyelesaian kewajiban membangun smelter. "Apalagi diminta ditunda, gak gentlemen sekali. Ini perjanjian tidak hanya dengan Freeport, tapi multilateral, banyak negara," ucapnya.
Menurut Rudy, penundaan penyelesaian pembangunan smelter hingga jangka panjang akan menimbulkan banyak dampak negatif terhadap lingkungan hidup juga sosial. "Tidak hanya di Papua, tapi juga di Gresik," ujarnya.
<!--more-->
Ia juga meminta agar Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin bisa mendorong agar peruashaan segera menyelesaikan target pembangunan smelter ini. "Agar publik tak liat ini proyek fiktif. Kita harus berdaulat di negeri sendiri," kata Rudy.
Sementara itu politikus dari Partai Nasdem Rico Sia menilai penundaan pembangunan smelter tidak bisa diundur ke 2024 karena akan sangat merugikan Indonesia. "Apalagi ada pinjaman yang begitu besar," katanya.
Rico juga tak bisa menerima pernyataan Freeport bahwa pembangunan smelter merupakan investasi yang rugi. "Ini berita bohong, menyesatkan masyarakat," ujarnya. "Karena yang namanya investasi memang harus keluar modal di awal, baru akhirnya ada keuntungan," ucapnya.
Bila Presdir Freeport menyatakan hal ini, menurut Rico, artinya bukan pemikiran RI yang dipakai. "Selama ini orang di luar negeri bisa produksi (pemurian) di sana dan untung. Sementara klo kita produksi di sini malah rugi. Logikanya di mana?"
Senada, anggota DPR dari Fraksi PKS Rofiq Hananto menyebutkan tak bisa menerima permintaan agar Freeport menunda penyelesaian pembangunan smelter. Sebab, pembangunan smelter ini cara agar RI ga hanya ekspor bahan mentah.
"Terlalu banyak masyarakat dirugikan dengan konsep yang sebelumnya. Oleh karena itu PKS tidak setuju, dengan alasan Covid-19, baru tahun 2024 smelter selesai," ujar Rofiq.
Batas waktu penyelesaian smelter itu pun sudah diatur di Undang-Undang. "Kalau pemerintah hari ini memberi tenggang waktu, sama saja melanggar UU yang baru diterbitkan," ucapnya.
Akibat penolakan dari sejumlah anggota Komisi Energi DPR itu, lantas rapat diskors oleh pimpinan rapat Eddy Soeparno. Setelah skors rapat dicabut, ia menutup rapat dengan PT Freeport Indonesia dan mengagendakan rapat terpisah dengan perusahaan tersebut untuk membahas proyek smelter.
IHSAN RELIUBUN | RR ARIYANI
Baca juga: Dirut MIND ID Diusir DPR, Erick Thohir: Saya Percaya Pak Orias