Pemerintah Siapkan Skenario Pengganti Tes Covid Penerbangan
Reporter
Yohanes Paskalis
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 6 Agustus 2020 03:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintah masih berupaya merealisasikan wacana penghapusan tes kesehatan dari daftar persyaratan terbang. Langkah itu sebelumnya turut dibahas sejumlah kementerian dan lembaga sebagai salah satu opsi stimulus untuk memangkas beban perusahaan penerbangan.
Juru Bicara dan Ketua Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, membenarkan lembaganya turut memberi masukan dalam pembahasan tersebut. Namun, belum ada keputusan yang diambil terkait rencana pelonggaran syarat dokumen hasil rapid dan hasil polymerase chain reaction (PCR) alias swab tersebut.
“Seharusnya ada kebijakan pengganti jika syarat itu ditiadakan,” ujarnya kepada Tempo, Rabu 5 Agustus 2020.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto, mengatakan pelonggaran syarat tes tergantung keputusan Satgas Covid-19 dan Kementerian Kesehatan. Namun, meski menolak merincikan, dia mengaku sudah menyiapkan skenario pengganti untuk memastikan standar kebersihan dan keamanan penerbangan tetap ketat.
“Saya tak mau berandai soal disetujui atau tidak. Tapi, jika komponen tes kesehatan dikurangi, tetap ada syarat pengganti untuk menekan risiko penularan,” ujarnya.
Menurut Novie, proses penerbangan di masa transisi pandemi sudah diatur sedemikian rupa untuk menihilkan penularan virus. Sejak sebelum terbang alias pre flight, kementerian sudah memangkas kapasitas dan slot penerbangan di bandara untuk mencegah penumpukan penumpang. “Bandara Soekarno-Hatta seharusnya bisa melayani 81 penerbangan per jam, sekarang dikurangi hanya sepertiganya jadi tak banyak antrean.”
<!--more-->
Saat penerbangan atau in flight, kapasitas kabin hanya 70 persen dari normalnya. Mayoritas pesawat yang dipakai di Indonesia pun dilengkapi sistem filtrasi udara dan sirkulasi udara berteknologi High Efficiency Particulate Air (HEPA), untuk meminimalisasi penyebaran bakteri yang berukuran sangat kecil. Setiap 2-3 menit, kata Novie, udara di kabin diganti.
“Sampai saat landing pun penumpang juga wajib mengisi health alert card, prosesnya ketat,” tuturnya. “Kami selalu memiliki referesi kebijakan penerbangan internasional.”
Pergerakan maskapai kerap terhambat oleh berbagai persyaratan terbang yang berbasis pada Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 9 Tahun 2020. Direktur Utama Batik Air, Achmad Lutfie, misalnya, mengatakan persyaratan itu berisiko merugikan maskapai, terutama bila sanksinya salah sasaran.
“Maskapai dilarang terbang saat ada penumpang yang terindikasi Covid-19, padahal bukan kami yang memutuskan izin terbang penumpang,” ucapnya.
Larangan terbang selama satu pekan itu sempat dijatuhkan Pemerintah Kalimantan Barat kepada maskapai Citilink dan Lion Air yang menerbangi rute Surabaya – Pontianak, beberapa waktu lalu.
Dari hasil rapid seusai perjalanan, Dinas Kesehatan Kalimantan Barat mendapati sejumlah penumpang rute tersebut yang reaktif. Menurut Lutfie, kebijakan ini mengganggu operasional maskapai. “Sepekan tak terbang ruginya berapa, apalagi ada wacana pembekuan sebulan kalau ada kejadian kedua.”
<!--more-->
Anggota Ombudsman bidang Transportasi, Alvin Lie, mempertanyakan basis hukum pemberlakuan tes kesehatan terhadap penumpang angkutan umum. Protokol itu kini hanya dipayungi Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 9 Tahun 2020 yang terbit pada 26 Juni lalu.
Alih-alih disesuaikan dengan perkembangan keadaan, edaran itu masih berlaku karena dikunci dengan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Sebelum ada Keppres pengganti, kata Alvin, regulasi SE Gugus Tugas Nomor 9 Tahun 2020 terpaksa terus berlaku.
“Padahal gugus tugasnya saja sudah dilebur ke dalam Satgas Covid-19, harus ada jalan keluar dan kejelasan soal payung hukum yang tak jelas ini,” ucapnya.
FRANSISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS