OJK: Tanpa Insentif Pemerintah, Pengusaha Kurang Greget
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 29 Juli 2020 14:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Wimboh Santoso mendukung dilaksanakannya program penjaminan kredit modal kerja untuk korporasi. Ia mengatakan program tersebut bukan hanya sebagai insentif mendorong perusahaan untuk menyokong pemulihan ekonomi, namun juga memberikan ruang bagi perbankan untuk bisa beroperasi ke arah yang lebih normal ke depan.
"Karena tanpa berbagai insentif dari pemerintah ini para pengusaha juga kurang gregetnya," ujar Wimboh dalam siaran langsung, Rabu, 29 Juli 2020. Berdasarkan catatan OJK, sejak awal tahun total kredit yang sudah direstrukturisasi perbankan mencapai Rp 776 triliun dari 6,7 juta debitur.
Dari total kredit yang sudah direstrukturisasi, sebanyak Rp 327 triliun adalah dari sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Sementara, sisanya adalah kredit dari korporasi. "Karena itu terima kasih Bu Menteri sudah ada beberapa stimulus untuk UMKN termasuk subsidi bunga dan penjaminan juga, serta sekarang ini untuk korporasi."
Di samping itu, Wimboh menilai pemberian penjaminan kredit modal kerja untuk korporasi ini juga tepat waktu. Sebab, modal kerja tersebut dapat mempercepat dan meningkatkan minat bagi para pengusaha untuk kembali bangkit lagi.
OJK, kata Wimboh, juga masih harus melihat beberapa hal, misalnya bisa sampai kapan pengusaha ini bisa bangkit. "Ini tugas kita bersama termasuk perbankan nanti sama-sama kita monitor, terutama kita bekerja sama dengan Kadin agar betul-betul bisa bangkit kembali dan bisa berusaha kembali."
Pemerintah resmi meluncurkan program program penjaminan pemerintah kepada korporasi padat karya dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Penjaminan Pemerintah kepada Korporasi Padat Karya dilakukan melalui penyediaan fasilitas penjaminan sehingga perbankan dapat menambah eksposur kredit modal kerja kepada pelaku usaha.
“Perbankan telah menandatangani perjanjian penjaminan terutama untuk sektor padat karya yang merupakan sektor yang banyak memperkerjakan pekerja.," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
<!--more-->
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, ada 15 perbankan yang akan memanfaatkan fasilitas Penjaminan Pemerintah ini, antara lain PT Bank Central Asia, Tbk; PT Bank Danamon Indonesia, Tbk; PT Bank DBS Indonesia; PT Bank HSBC Indonesia; PT Bank ICBC Indonesia; PT Bank Maybank Indonesia; serta PT Bank Resona Perdania, Tbk.
Berikutnya, Standard Chartered Bank; PT Bank UOB Indonesia; PT Bank Mandiri (Persero), Tbk; PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk; PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk; PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk; Bank DKI; dan Bank MUFG, Ltd.
Sesuai dengan PP 43/2019 dan/atau padat karya sesuai PMK 16/2020, fasilitas penjaminan kredit modal kerja korporasi ditujukan kepada pelaku usaha korporasi yang memiliki usaha berorientasi ekspor dan/atau padat karya yang memiliki minimal 300 karyawan.
Pelaku usaha korporasi yang dijamin tidak termasuk kategori BUMN dan UMKM, dan tidak termasuk dalam daftar kasus hukum dan/atau tuntutan kepailitan serta memiliki nonperforming loan lancar sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Besaran tambahan kredit modal kerja yang dijamin bernilai antara Rp 10 miliar sampai dengan Rp 1 triliun.
Dalam skema penjaminan kredit modal kerja korporasi, porsi penjaminan sebesar 60 persen dari kredit, namun untuk sektor-sektor prioritas porsi yang dijamin sampai dengan 80 persen dari kredit.
Pemerintah juga menanggung pembayaran imbal jasa penjaminan sebesar 100 persen atas kredit modal kerja sampai dengan Rp 300 miliar dan 50 persen untuk pinjaman dengan plafon Rp 300 miliar sampai Rp 1 triliun. Skema penjaminan direncanakan berlangsung hingga akhir 2021 dan diharapkan dapat menjamin total kredit modal kerja yang disalurkan perbankan hingga Rp 100 triliun.