Perekonomian Indonesia Terancam Resesi, Berikut 5 Faktanya
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 24 Juli 2020 07:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia kini menghadapi ancaman resesi ekonomi, mengikuti jejak Singapura dan Korea Selatan. Untuk menghindari hal tersebut, pemerintah berjuang keras agar ekonomi kuartal 2 tahun ini tidak tumbuh negatif, minimal 0 persen.
"Tentu kami harus menjaga agar di kuartal 3 tidak negatif atau bahkan bisa masuk ke nol," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam webinar bersama Pemuda Muhammadiyah pada Kamis, 23 Juli 2020.
Sejak awal tahun, ekonomi Indonesia sudah menunjukkan pelemahan dan hanya tumbuh 2,97 persen year-on-year (yoy). Kuartal 2, pemerintah memprediksi ekonomi akan minus 4,3 persen. Jika kuartal 3 kembali negatif, maka secara teknis ekonomi Indonesia sudah dinyatakan resesi.
Tempo mengumpulkan sejumlah fakta di balik ancaman resesi ini, berikut di antaranya.
1. Resesi di Indonesia Diprediksi Tidak Separah Negara Lain
Airlangga menyebut tidak ada negara yang aman dari ancaman resesi akibat Covid-19. Dari data yang dihimpun Airlangga, ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan beberapa emerging countries dengan penduduk besar seperti India dan Brazil.
Namun, negara tetangga seperti Vietnam unggul atas Indonesia. Begitu pun Cina yang sudah rebound dan tumbuh positif pada kuartal 2.
<!--more-->
Rincian untuk realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal 1 dan proyeksi untuk kuartal 2 yaitu:
Indonesia: 2,97 persen dan -4,3 persen
Malaysia: 0,7 persen dan -8,4 persen
Thailand: -1,8 persen dan -11,1 persen
Vietnam: 3,82 persen dan 0,36 persen (realisasi)
Singapura: -0,3 persen dan -12,6 persen (realisasi)
Brazil: -0,3 persen dan -11,7 persen
India: 3,1 persen dan -20 persen
Cina: -6,8 persen dan 3,2 persen
Turki: 4,5 persen dan -12,5 persen
Meksiko: -1,4 persen dan -16,9 persen
2. Dampak Resesi Global ke Perekonomian RI Dinilai Kecil
Meski demikian, ekonom senior Rizal Ramli menilai dampak resesi global kecil terhadap perekonomian Indonesia. Apalagi, kata dia, jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Thailand.
Dampak global dari resesi dunia itu lebih kecil terhadap Indonesia," kata Rizal dalam diskusi virtual, Kamis, 23 Juli 2020.
Hal itu terjadi, karena Produk Domestik Bruto atau PDB Indonesia 60 persen berasal dari konsumsi dalam negeri. Sedangkan, ekspor hanya kurang dari 20 persen.
3. Antisipasi Resesi dengan Genjot Konsumsi via Belanja Negara dan Bansos
Meski demikian, konsumsi masyarakat yang selama ini menopang ekonomi Indonesia sudah terdampak akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kondisi ini bahkan sudah terjadi sejak kuartal 1, di mana konsumsi rumah tangga langsung jeblok ke posisi 2,84 persen yoy pada kuartal I 2020, dari posisi 4,97 persen yoy pada kuartal IV 2019 menjadi
Sehingga, Airlangga menyebut pemerintah kini mengandalkan belanja pemerintah untuk bisa mendongkrak perekonomian. Konsumsi tetap dipacu dengan program bantuan sosial atau bansos yang sudah disalurkan secara tunai.
<!--more-->
Sejauh ini, pemerintah sudah mengeluarkan anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi sebesar Rp 695,2 triliun. Berbagai komponen bansos ada di dalamnya, seperti Kartu Sembako Rp 43,6 triliun sampai Program Keluarga Harapan (PKH) Rp 37,4 triliun.
4. Pembayaran Gaji ke-13 Diharapkan Turut Dorong Konsumsi
Selain itu, gaji ke-13 PNS juga akan cair Agustus 2020. Kementerian Keuangan tetap berharap pembayaran gaji ini akan berdampak cukup baik pada konsumsi. Sebab, saat ini juga bertepatan dengan momen kenaikan kelas untuk anak sekolahan.
Sehingga, ada kebutuhan untuk perlengkapan belajar dari rumah, untuk laptop, internet, dan sebagainya. "Jadi marginal prospensity to consume besar," kata Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystalin saat dihubungi.
5. Harap dan Cemas Jokowi soal Pertumbuhan di Kuartal Tiga
Di hari yang sama, Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa naik di kuartal tiga mendatang. Tapi kuartal 2 ini, Jokowi meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia akan jeblok minus 4,3 persen.
"Kita berharap di kuartal ketiga kita sudah harus naik lagi. Kalau enggak, enggak ngerti lagi saya, akan tetap lebih sulit kita," kata Jokowi saat membuka acara Penyaluran Dana Bergulir Untuk Koperasi Dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Nasional, Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis, 23 Juli 2020.