12 Perusahaan Importir Sepakat Menyerap Gula Petani Lokal
Reporter
Larissa Huda
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 14 Juli 2020 05:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 12 perusahaan importir sepakat akan menyerap gula dari petani lokal pada musim giling tahun ini. Penandatanganan kesepakatan tersebut disaksikan oleh pemerintah. Meski begitu, kesepakatan tersebut belum berjalan hingga saat ini. Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Muhammad Nur Khabsyin mengatakan petani dan perusahaan masih menghitung besaran kuota penyerapannya.
"Jumlah gula petani yang akan diserap diperkirakan sebanyak 800 ribu ton. Pekan ini akan ada penandatanganan kontrak perjanjian secara detail," ujar Khabsyin kepada Tempo, Senin 13 Juli 2020.
Dalam kesepakatan tersebut, 12 perusahaan importir gula bakal menyerap gula petani dengan harga Rp11.200 per kilogram (kg) sebagai bagian dari penugasan oleh pemerintah. Menurut Khabsyin, langkah merupakan upaya perlindungan terhadap harga gula di tingkat petani yang anjlok saat memasuki musim giling, bahkan mencapai Rp 10.000/kg. Sejak bergulirnya rencana penyerapan gula oleh perusahaan importir, ia mengatakan harga gula mulai membaik.
"Kesepakatan itu jelas berdampak positif terhadap harga di pasar. Tren harga sudah naik, misalnya sekarang di Pati, Jawa Tengah, sudah Rp 11.000 per kilogram," ujar Khabsyin.
Salah satu perusahaan importir, PT Kebun Tebu Mas menyatakan siap menyerap gula dari petani tebu rakyat. Penasehat Kebun Tebu Mas, Adi Prasongko, mengatakan belum terlaksananya penyerapan gula petani karena masih ada proses yang mesti dilalui, salah satunya penetapan kuota untuk perusahaan importir.
<!--more-->
"Masih dalam proses dan akan ditindaklanjuti oleh petani melalui wadah APTRI atau KPTR (Koperasi Petani Tebu Rakyat)," ujar Adi.
Adi juga mengatakan bahwa harga serapan belum tentu berimbas pada harga di tingkat konsumen. Ia berharap nantinya harga pada tingkat konsumen masih memgacu pada harga eceran tertinggi (HET). Menurut dia, harga gula di tingkat konsumen sangat tergantung pada kondisi pasokan dan permintaan kala distribusi.
"Kami berharap ini berjalan dengan lancar demi peningkatan pendapatan petani agar minat tanam tebu meningkat dan onsumen tidak terlalu berat" tutur Adi.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan pemerintah tidak akan mengintervensi lebih jauh atas penetapan kuota penyerapan gula petani oleh perusahaan importir. Menurut dia, penetapan kuota akan ditentukan oleh kesepakatan antra dua belah pihak, baik itu petani dan perusahaan importir. "Pemerintah hanya memfasilitasi mempertemukan saja, tidak boleh intervensi," tutur Oke.
Hal senada, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Kementerian Pertanian Bagus Hudoro mengatakan kesepakatan sepenuhnya berdasarkan hasil dari pertemuan antara APTRI dan perusahaan importir yang akan komitmen menyerap gula petani. Kementan, kata Bagus, tidak akan mengintervensi kerja sama tersebut dan diserahkan sepenuhnya kepada dua belah pihak. Untuk pengawasan, Bagus mengatakan akan melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Pangan.
<!--more-->
"Harapannya tidak akan membuat harga gula turun karena sampai saat ini HET masih Rp 12.500 per kilogram," ujar Bagus.
Bagus mengatakan hal yang menyangkut tata niaga, tentunya harga gula di tingkat konsumen akan mengikuti permintaan dan penawaran. Saat ini, kata Bagus, Kementan lebih fokus kepada penyediaan bahan baku untuk gula konsumsi yang diprediksi tahun ini masih ada kekurangan sekitar 600 ribu ton. Berdasarkan hasil penghitungan yang dilakukan di awal tahun ini, prediksi produksi gula pada Juni-Agustus sekitar 1,5 juta ton. Periode itu merupakan puncak giling.
"Perkiraan produksi 2020 sekitar 2,2 juta ton. Rencananya Juli-Agustus akan dilakukan perhitungan hasil giling yang telah dimulai giling bulan Mei ini," ujar Bagus.
LARISSA HUDA