Ilustrasi Garuda Indonesia. Dok. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra mengatakan pergerakan pesawat di pada masa PSBB transisi tak terlampau mendongkrak okupansi. Jumlah calon penumpang dengan rute kota-kota tujuan tertentu seperti lintas Pulau Jawa pun malah melesu karena masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi saat bepergian.
"Calon penumpang memilih naik mobil atau kendaraan lain. Ini tantangan bagi kami," kata Irfan saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pekan lalu.
Sejak masa PSBB transisi ditetapkan, Irfan mencatat peningkatan penumpang maskapainya hanya mencapai 16 persen. Rata-rata penumpang per penerbangan pun tak jua menyentuh kapasitas 50 persen meski kuota maksimal angkutan pesawat sudah ditingkatkan menjadi 70 persen.
Irfan mengatakan, penerbangan Garuda justru dibantu pergerakan penumpang untuk rute-rute jauh seperti Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Sedangkan untuk rute favorit lainnya, seperti Jakarta-Denpasar, yang lumrahnya berkontribusi menyumbang penumpang dengan angka tinggi, tak dapat diandalkan. "Rute yang biasanya ramai seperti Denpasar, kini sepi," ucapnya.
Covid-19 yang mulai menyerang sejumlah negara pada awal tahun ini diakui memukul pendapatan perseroan hingga turun mencapai 90 persen. Kondisi ini terjadi lantaran Garuda telah kehilangan sejumlah momentum untuk meningkatkan jumlah penumpang, seperti mudik Lebaran, umrah, libur tengah tahun, dan musim haji.
Dalam laporan keterbukaannya, Garuda mencatatkan penurunan pendapatan dari US$ 1,099 miliar pada Januari-Maret 2019 menjadi US$ 768,1 juta pada Januari-Maret 2020. Kinerja emiten berkode GIAA pun berubah dari mencetak profit US$ 61,6 juta pada Januari-Maret 2019 menjadi rugi US$ 147,17 juta.