Pandemi hingga New Normal, Kisah Pengusaha UMKM Tak Patah Arang
Reporter
Yohanes Paskalis
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 8 Juni 2020 07:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 memaksa para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) mengalihkan skema penjualan konvesional ke ranah digital. Siska Melati, misalnya, kini terbiasa menjajakan bakso aci buatannya melalui platform online ke seluruh Jawa, bahkan ke luar pulau. Wanita berusia 38 tahun itu harus menggenjot penghasilan karena suaminya yang bekerja sales telepon seluler harus cuti di masa pandemi.
"Lumayan bisa dikirim bahkan sampai ke Bali, Sumatera, Kalimantan," kata Siska kepada Tempo, Ahad 7 Juni 2020. Penganan yang dijual Siska berupa bakso yang dibuat dengan bahan dasar aci.
Hal serupa pun dilakukan Desy Anggraeni, 42 tahun, untuk karya kerajinan tangannya yang biasa dijual di Sentra Kerajinan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Wabah Covid-19 membuat produksi di sentra terhenti. Stok kerajinan yang sudah ada, mulai dari topi, tas, serta aksesoris berbahan kayu karya ratusan pengrajin di lokasi tersebut pun semakin sepi pembeli.
“Karena tidak ada pengunjung, toko online menjadi penolong untuk berjualan meskipun hasilnya tidak begitu signifikan," katanya.
Pedagang lain di sentra yang sama, Eneng Sri Andriyani, pun menyesalkan sepinya pembeli semasa Lebaran. Jalanan pun sepi saat puncak arus mudik dan balik karena adanya larangan mudik. Menurut Eneng, omset per hari saat lebaran di masa normal bisa menembus Rp 20 juta. "Tapi Lebaran kemarin cuma Rp 150-250 ribu.”
Sandi Mulyana, 40 tahun, pun mulai menawarkan produk kerajinan payung di Tasikmalaya melalui toko daring dan media sosial, setelah hampir tiga bulan tidak beraktivitas. "Menjelang fase new normal sekarang, kami sudah bisa mengirim kepada pemesan, juga mencoba produksi kembali untuk persediaan barang.”
Pukulan pandemi terhadap dunia usaha mikro, kecil, dan menengah pun terungkap dalam survei yang digelar Organisasi Buruh Dunia atau International Labour Organization (ILO) terhadap 571 perusahaan pada 6-17 April 2020. Hasilnya, organisasi mencatat adanya 70 persen UMKM yang menghentikan kegiatan, sementara gangguan arus kas dialami 90 persen pelaku.
<!--more-->
“Hasil dua bulan pandemi, entah untuk sementara atau seterusnya," ungkap Januar Rustandie, Manajer Proyek ILO-SCORE Indonesia, Januad Rustandie, dalam diskusi daring pada 3 Juni lalu.
Meski terdapat berbagai upaya mempertahankan bisnis, kata Januar, masih terdapat 63 persen UMKM yang mengurangi jumlah pekerja, atau setidaknya menerapkan cuti tanpa tanggungan. "Sekitar seperlima perusahaan berhasil mendiversifikasi produk untuk merespon kebutuhan baru, seperti masker dan hand sanitizer. Sepertiga lain mencoba untuk bertahan dengan beralih ke usaha daring," sebutnya.
Saat ini terdapat 4.600 pelaku usaha yang terdata Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasikmalaya. Dari jumlah itu, terdapat 512 pelaku usaha mikro yang bergerak di bidang produksi makanan dan minuman.
Adapun Direktur Pengembangan UKM dan Koperasi Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Ahmad Dading Gunadi, memastikan pemerintah sudah menyiapkan penguatan fasilitas kesehatan, perlindungan kelompok masyarakat rentan dan dunia usaha, hingga program pemulihan ekonomi pascakorona.
Untuk mengatasi dampak pandemi, pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan senilai Rp75 triliun, jaringan pengaman sosial Rp110 triliun, serta dukungan terhadap dunia usaha sebesar Rp 220 triliun. "Bagi UKM, pemerintah mendorong relaksasi perpajakan, bantuan sosial, subsidi bunga kredit dan penundaan pembayaran pokok, serta stimulus bantuan modal kerja darurat," ujarnya.
Manajer Program Business and Export Development Organization (BEDO), Jeff Kristianto, menyarankan pelaku UMKM memperkuat negosiasi dengan bank, pembeli, pemasok untuk keringanan cicilan, penundaan pengiriman dan kontrak. Pelaku pun dianjurkan menekan pengeluaran dengan memeriksa satu per satu pos biaya. “Stop atau tunda yang tidak diperlukan. Bahkan bila diperlukan memberhentikan produksi,” ucapnya.
BEDO pun meminta pelaku menjual lebih dulu produk berkadaluarsa pendek. Perluasan segmen pasar juga bisa menjadi solusi jangka pendek semasa pandemi. Bahkan, Jeff melanjutkan, Ppengusaha pun bisa beralih segmen untuk sementara waktu, misalnya dari ekspor menjadi berorientasi lokal. “Termasuk konversi jualan menjadi daring.”
ROMMY ROOSYANA | YOHANES PASKALIS