Resepsi Ala New Normal, Biaya Nikah Membengkak?
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Dewi Rina Cahyani
Jumat, 5 Juni 2020 03:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pernikahan dan Gaun (APPGINDO) Andie Oyong belum memiliki rumusan pasti berapa besar perubahan bujet untuk menggelar resepsi pernikahan di masa new normal Covid-19.
Namun, ia memperkirakan akan diperlukan anggaran tambahan di beberapa titik. "Misalnya katering kalau dulunya kita adalah self service sekarang full service, jadi butuh sumber daya manusia tambahan," ujar Andie kepada Tempo, Rabu, 3 Juni 2020.
Belum lagi diperkirakan wedding organizer juga harus menambah SDM-nya untuk mengatur jalannya resepsi agar sesuai dengan protokol kesehatan selama masa new normal ini. "Jadi belum ada rumusan anggarannya, tapi di beberapa titik akan ada penambahan (bujet)."
Andie memperkirakan konsep resepsi pernikahan bisa berubah pada era new normal Covid-19 lantaran harus mengikuti protokol kesehatan. Misalnya, jumlah tamu dikurangi menjadi 50 persen kapasitas ruangan dan tidak boleh lagi makan sambil berdiri atau standing party.
"Nanti tidak boleh lagi standing. Kalau standing kan kami tidak bisa mengontrol orang bergerombol. Tapi kalau seating, itu theater data-style, round table, atau long table, kita bisa membatasi jumlah tamu," ujar Andie.
Selain konsep di dalam ruangan, sejak dari luar pun tahapan tamu menuju ke dalam akan diatur dan berjarak. Termasuk juga hingga ke sesi foto yang tidak boleh bergerombol. "Jadi memang akan terlihat new normal," tutur Andie.
Apabila disimulasikan, protokolnya akan dimulai sejak tamu datang. Penyedia gedung harus menyediakan metal detector atau x-ray untuk mendeteksi barang-barang yang dibawa. Selepas dari sana, tamu akan diukur suhu tubuh menggunakan pemindai suhu atau thermo-gun.
Andie mengatakan tamu dengan suhu tubuh yang tidak lazim harus dibawa ke bilik kesehatan. Karena itu penyelenggara acara harus menyiapkan bilik kesehatan dengan tenaga medis dan ambulans yang bersiaga apabila ada sesuatu terjadi.
Menuju ke dalam, Andie mengusulkan agar kotak amplop uang diganti dengan scan bar code non-tunai, sehingga mengurangi kontak fisik. "Jadi sejak awal sudah berlapis," ujar Andie. Di samping itu, para hadirin harus menggunakan masker. Kalau ada yang lupa, penyelenggara acara harus menyiapkan masker yang bersih dan higienis. Selanjutnya, di depan ruang resepsi disiapkan hand-sanitizer untuk membersihkan tangan.
Selain konsep acara, Andie mengatakan nanti jumlah tamu akan disesuaikan dengan ketentuan pemerintah ke depannya. Untuk itu, ia menyarankan resepsi digelar dalam dua sesi, sehingga penggunaan gedung diperkirakan akan lebih panjang. Di samping itu, anak-anak dan orang tua disarankan tidak diundang ke resepsi dengan alasan kesehatan.
"Mereka bisa diundang ke acara yang lebih privat seperti akad nikah," ujar Andie. "Ini memang lebih berat, namun harus dilakukan dan semua pihak harus disiplin."
Semua hal terkait resepsi itu, kata Andie, nantinya akan disiapkan pelaku industri pernikahan dalam bentuk usulan protokol kepada pemerintah. Protokol kesehatan dan keamanan di resepsi pernikahan disiapkan oleh Gabungan Perkumpulan Penyelenggara Pernikahan Indonesia alias GP3I.
"Protokol ini disiapkan karena pemerintah sudah mulai mempersiapkan untuk situasi New Normal Covid-19. Kami mau gerak cepat supaya pemerintah tidak membuat peraturan tanpa melihat kondisi di lapangan," ujar Andie.
APPGINDO adalah salah satu asosiasi yang tergabung dalam GP3I. Asosiasi lainnya adalah Harpi Melati, PPJI, Aspedi, Hastana, dan Hipdi. Mereka adalah para pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan acara pernikahan, antara lain terkait dengan hotel dan gedung pertemuan, catering, dekorasi, hiburan, pemandu acara, sanggar rias, bridal, jas dan gaun, kartu undangan, suvenir, hingga wedding organizer.
Andie mengatakan semua aspek dalam penyelenggaraan pernikahan diperkirakan akan berubah pada era new normal ini. Saat ini pemerintah baru mengeluarkan aturan soal akad nikah di tengah pandemi, antara lain acara tidak boleh dihadiri lebih dari 20 persen kapasitas rumah atau maksimum 30 orang.
"Nah bagaimana untuk resepsi? Resepsi pernikahan ini kan yang mendatangkan penghasilan bagi kami selaku vendor. Makanya kami berdasarkan diskusi itu membuat protokol ini dalam bentuk yang lebih resmi. Sehingga, kami bisa mulai melakukan audiensi," kata Andie.
Saat ini, tutur dia, asosiasinya telah merencanakan melakukan audiensi dengan beberapa pemangku kepentingan di daerah, misalnya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan DPRD DKI Jakarta. Sebelumnya mereka telah beraudiensi dengan Wali Kota Bogor Bima Arya.