Stimulus Jumbo untuk BUMN, Faisal Basri Duga Ada Agenda Politik
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 2 Juni 2020 09:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengkritik stimulus pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang nilainya terbilang jumbo.
Ia menduga ada agenda politik di balik penggelontoran stimulus yang nilainya bahkan lebih besar dibandingkan pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk UMKM, sektor yang paling terdampak selama pandemi virus Corona atau Covid-19.
"Ini menutupi borok-borok pemerintah lewat BUMN. Karena kalau BUMN gagal bayar, (pemerintah) hancur lebur," kata Faisal dalam acara virtual bersama Kahmi Preneur, Senin, 1 Juni 2020.
Dari catatannya, kata Faisal, pemerintah berencana mengucurkan anggaran sebesar Rp 152,15 triliun untuk BUMN. Sebanyak Rp 25,27 triliun dialokasikan ke lima perusahaan pelat merah dalam bentuk dana penyertaan modal pemerintah (PMN), di antaranya PLN, Hutama Karya, Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, Permodalan Nasional Madani, dan Pengembangan Pariwisata Indonesia.
Adapun sekitar Rp 94 triliun lainnya diberikan sebagai bentuk pembayaran kompensasi untuk Pertamina, PLN, dan Bulog. Selanjutnya, dana talangan investasi senilai Rp 32 triliun diberikan kepada Bulog, Garuda Indonesia, PTPN, PT Kereta Api Indonesia, Krakatau Steel, dan Perum Perumnas dengan besaran yang bervariasi.
Lebih jauh, Faisal menyatakan kecurigaannya bahwa dana talangan investasi ini nantinya akan dipakai untuk membayar utang-utang perseroan yang hampir jatuh tempo. Misalnya Garuda Indonesia yang tenggat pembayaran utangnya senilai US$ 500 juta jatuh pada Juni ini. Belum lagi proyek-proyek Hutama Karya yang sarat kepentingan di balik layar.
Oleh karena itu, Faisal menyebutkan perlunya dicermati konsekuensi buruk praktik kebijakan fiskal pemerintah ini. "Jadi, APBN ini hanya digunakan untuk menopang proyek strategis nasional yang di belakangnya adalah kelompok kepentingan," tuturnya.
Padahal, menurut Faisal, tidak semua anggaran yang digelontorkan untuk BUMN itu berkaitan dengan pencegahan Covid-19. Ia pun meminta pemerintah lebih memfokuskan perhatiannya untuk sektor yang paling terimbas. Selain UMKM, ada juga sektor pertanian untuk subsektor tanaman pangan yang terpukul hebat karena pertumbuhannya minus 10,31 persen.