Pesimistis New Normal Berhasil, Indef: Masyarakat Cenderung Abai

Rabu, 27 Mei 2020 17:02 WIB

Aktivitas di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Kamis, 19 Maret 2020. Suasana sepi terlihat di sejumlah mal di ibu kota terlihat sepi karena pengunjung berkurang drastis. ANTARA/M Risyal Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad pesimistis penerapan tatanan baru atau New Normal diikuti penerapan protokol kesehatan oleh publik dengan baik.

Pasalnya, kata Tauhid, dari berbagai contoh kasus sebelumnya bahwa masyarakat belum sepenuhnya sadar akan pentingnya melakukan physical distancing untuk memutus penyebaran virus Corona atau Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah masih perlu terus memberikan sosialisasi tentang protokol kesehatan yang baik dan benar.

“Masyarakat kita agak kurang begitu baik dan cenderung abai bisa dilihat dari antusias mudik,” ujar Tauhid, Rabu, 27 Mei 2020.

Tauhid juga menilai seharusnya ada pengawasan terhadap kesehatan maupun sanksi kepada pelanggar protokol kesehatan. Dengan begitu, diharapkan skenario normal baru dapat terlaksana dengan baik tanpa menambah jumlah kasus Covid-19.

“Pelaksanaan new normal butuh orang mengawasi jauh lebih banyak, tapi susah kalau hanya mengandalkan kesadaran masyarakat, apalagi tidak ada sanksi,” kata Tauhid.

Advertising
Advertising

Lebih jauh, Tauhid mengatakan persiapan protokol kesehatan menjadi hal utama dalam menyambut kondisi normal baru mengingat kasus Covid-19 di Indonesia masih tergolong tinggi dan belum menunjukkan adanya penurunan. “Tidak apa-apa sosialisasi soal new normal tapi ini lihat dulu indikator (protokol kesehatan) yang penting,” ujarnya.

Pernyataan Tauhid menanggapi rencana pemerintah yang mulai membuka kembali aktivitas perekonomian seperti tempat perbelanjaan akan membutuhkan penanganan dan persiapan protokol kesehatan yang berbeda-beda. “Apa pasar dan mal siap dengan situasi seperti itu karena agak berat, terutama bagi usaha yang sangat mengandalkan kerumunan massa, termasuk mal akan berkurang separuh,” katanya.

Dalam mempersiapkan protokol kesehatan, menurut Tauhid, bakal membutuhkan biaya banyak dan tidak mudah. Ia mencontohkan restoran yang harus menyiapkan tempat makan dengan tingkat privasi lebih tinggi karena tidak bisa memasukkan orang lebih banyak. “Ini tidak mudah dan perlu biaya. Bukan sekadar mal dibuka, tapi masing-masing usaha juga harus diatur."

ANTARA

Berita terkait

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

7 hari lalu

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Meski tidak bersinggungan secara langsung dengan komoditas pangan Indonesia, namun konflik Iran-Israel bisa menggoncang logistik dunia.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

8 hari lalu

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

Di tengah konflik Iran-Israel, pemerintah mesti memprioritaskan anggaran yang bisa membangkitkan sektor bisnis lebih produktif.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

39 hari lalu

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

Ekonom Indef, Didin S. Damanhuri sangat prihatin atas dugaan korupsi yang terendus di lingkaran LPEI. Padahal, kata dia, ekspor adalah andalan pemerintahan Jokowi

Baca Selengkapnya

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

39 hari lalu

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

Kebijakan PPN di Tanah Air diatur dalam Undang-Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Selengkapnya

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

40 hari lalu

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus membandingkan besaran tarif PPN di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

40 hari lalu

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

Indef menyatakan penjual akan reaktif terhadap kenaikan PPN.

Baca Selengkapnya

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

40 hari lalu

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

Indef membeberkan dampak kenaikan pajak pertabambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

53 hari lalu

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengungkapkan kriteria ideal Menkeu seperti apa yang dibutuhkan oleh Indonesia di masa mendatang.

Baca Selengkapnya

Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

54 hari lalu

Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

Ekonom senior UI Faisal Basri menentang rencana penggunaan dana BOS untuk program makan siang gratis Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef Beberkan Penyebab Harga Pangan Naik, Mulai dari Pemilu hingga Ramadan

54 hari lalu

Ekonom Indef Beberkan Penyebab Harga Pangan Naik, Mulai dari Pemilu hingga Ramadan

Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani membeberkan sejumlah faktor penyebab naiknya harga kebutuhan pokok,

Baca Selengkapnya