Pesimistis New Normal Berhasil, Indef: Masyarakat Cenderung Abai
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 27 Mei 2020 17:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad pesimistis penerapan tatanan baru atau New Normal diikuti penerapan protokol kesehatan oleh publik dengan baik.
Pasalnya, kata Tauhid, dari berbagai contoh kasus sebelumnya bahwa masyarakat belum sepenuhnya sadar akan pentingnya melakukan physical distancing untuk memutus penyebaran virus Corona atau Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah masih perlu terus memberikan sosialisasi tentang protokol kesehatan yang baik dan benar.
“Masyarakat kita agak kurang begitu baik dan cenderung abai bisa dilihat dari antusias mudik,” ujar Tauhid, Rabu, 27 Mei 2020.
Tauhid juga menilai seharusnya ada pengawasan terhadap kesehatan maupun sanksi kepada pelanggar protokol kesehatan. Dengan begitu, diharapkan skenario normal baru dapat terlaksana dengan baik tanpa menambah jumlah kasus Covid-19.
“Pelaksanaan new normal butuh orang mengawasi jauh lebih banyak, tapi susah kalau hanya mengandalkan kesadaran masyarakat, apalagi tidak ada sanksi,” kata Tauhid.
Lebih jauh, Tauhid mengatakan persiapan protokol kesehatan menjadi hal utama dalam menyambut kondisi normal baru mengingat kasus Covid-19 di Indonesia masih tergolong tinggi dan belum menunjukkan adanya penurunan. “Tidak apa-apa sosialisasi soal new normal tapi ini lihat dulu indikator (protokol kesehatan) yang penting,” ujarnya.
Pernyataan Tauhid menanggapi rencana pemerintah yang mulai membuka kembali aktivitas perekonomian seperti tempat perbelanjaan akan membutuhkan penanganan dan persiapan protokol kesehatan yang berbeda-beda. “Apa pasar dan mal siap dengan situasi seperti itu karena agak berat, terutama bagi usaha yang sangat mengandalkan kerumunan massa, termasuk mal akan berkurang separuh,” katanya.
Dalam mempersiapkan protokol kesehatan, menurut Tauhid, bakal membutuhkan biaya banyak dan tidak mudah. Ia mencontohkan restoran yang harus menyiapkan tempat makan dengan tingkat privasi lebih tinggi karena tidak bisa memasukkan orang lebih banyak. “Ini tidak mudah dan perlu biaya. Bukan sekadar mal dibuka, tapi masing-masing usaha juga harus diatur."
ANTARA