UU Minerba Sah, PKP2B Siapkan Perpanjangan Kontrak
Reporter
Vindry Florentin
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 14 Mei 2020 06:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pemegang Perjanjian Kontrak Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang akan habis masa kontraknya dalam waktu dekat bernapas lega usai revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) disahkan Dewan Perwakilan Rakyat. Mereka mulai bersiap mengurus perpanjangan kontrak.
General Manager Legal & External Affairs PT Arutmin Indonesia, Ezra Sibarani, menyatakan pengesahan RUU Minerba mengkonfirmasi hak perpanjangan PKP2B. Menurut dia hak tersebut telah tercantum dalam perjanjian kerja sama serta Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 yang mengatur pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan minerba. Namun selama ini terdapat perbedaan pendapat mengenai hal tersebut.
"Sehingga pengesahan ini memberikan kepastian investasi, tidak hanya di operasi pertambangan secara langsung namun juga pemanfaatan dan peningkatan nilai tambah," katanya kepada Tempo, Rabu 13 Mei 2020.
Kepastian tersebut penting lantaran kontrak anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) itu akan berakhir pada 1 November 2020. Arutmin sudah mengajukan permohonan perpanjangan sejak akhir tahun lalu. Kini permohonan tersebut masih dalam evaluasi Direktorat Jenderal Minerba.
Langkah yang sama akan ditempuh PT Adaro Energy Tbk. Presiden Direktur Adaro, Garibaldi Thohir, menyatakan akan mengajukan permohonan perpanjangan operasi tambang selama 20 tahun di 2021. Masa konsesi emiten berkode ADRO itu akan berakhir pada Oktober 2022.
Namun Garibaldi menyatakan perpanjangan tak semata karena adanya revisi UU Minerba. "Kami memang punya hak mengajukan perpanjangan di perjanjian," katanya. Tanpa adanya perubahan UU Minerba pun, menurut dia, Adaro tetap dapat mengajukan perpanjangan tanpa melawan hukum.
Pemegang PKP2B lainnya yang juga bernapas lega adalah PT Kideco Jaya Agung. Group CEO Indika Energy Group, Azis Armand, menyatakan revisi UU Minerba akan berdampak positif terhadap kepastian hukum dan investasi. Dia menyatakan bentuk jaminan tersebut merupakan hal fundamental bagi kegiatan pertambangan yang berisiko tinggi dan memerlukan modal besar.
Dengan UU Minerba baru, Kideco akan mengajukan perpanjangan atas kontraknya yang berakhir pada Maret 2023 mendatang. "Rencana perpanjangan akan dilakukan secepatnya setelah proses persiapan dokumen rampung sambil menunggu aturan pelaksanaannya," ujar dia.
RUU Minerba disahkan dalam sidang paripurna pada 12 Mei 2020. Kecuali fraksi Partai Demokrat, seluruh wakil rakyat setuju atas substansi revisi. Padahal materi undang-undang tersebut mendapat banyak kritik. Proses pembahasannya pun dinilai tidak transparan dan terburu-buru.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Hindun Malika, menilai pengesahan beleid ini sangat menguntungkan bagi pengusaha, terutama pemegang PKP2B yang masa kontraknya akan berakhir dalam waktu dekat. Pasalnya undang-undang yang baru ini menjamin perpanjangan kontrak mereka.
<!--more-->
Hindun menyatakan kepastian usaha merupakan salah satu kunci pembiayaan perusahaan tambang. Saat ini terdapat US$ 2,95 miliar obligasi dan utang milik beberapa perusahaan tambang Indonesia di bank yang akan jatuh tempo hingga 2022. "Jika perusahaan tidak bisa memastikan perpanjangan izin, risikonya besar karena concern utama kreditor adalah kepastian usaha," ujarnya.
Perusahaan tambang, terutama yang kontraknya akan berakhir sebelum 2022, memiliki risiko besar mengalami kesulitan mendapatkan jaminan atas pembiayaan kembali utang mereka. Dengan percepatan pengesahan RUU Minerba, Hindun menilai pemerintah dan DPR membantu menjawab kebutuhan para pengusaha tersebut.
Peneliti Auriga, Iqbal Damanik, menyatakan keberpihakan terhadap pengusaha juga terlihat dari pasal-pasal yang disusun. Dalam naskah rancangan UU Minerba misalnya, terdapat tambahan pasal yang memberikan jaminan perpanjangan hingga 40 tahun. "Kontrak panjang dibutuhkan perusahaan tambang untuk mendapatkan pendanaan," katanya.
Iqbal juga menyoroti ketentuan baru lainnya seperti jaminan perpanjangan tanpa lelang dan penciutan lahan. Pemengang kontrak juga dapat mengajukan permohonan wilayah di luar WIUPK kepada menteri sehingga perusahaan berpotensi mendapatkan konsesi tambahan. Aturan-aturan tersebut salah satunya mengabaikan peran BUMN untuk mengelola aset negara.
VINDRY FLORENTIN