Edhy Prabowo Siapkan Dua Opsi Soal ABK WNI di Kapal Asing
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Dewi Rina Cahyani
Rabu, 13 Mei 2020 18:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memaparkan dua opsi solusi yang diajukan ke Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi terkait isu anak buah kapal (ABK) yang bekerja di kapal asing. Opsi pertama adalah menyetujui masukan dari Duta Besar Indonesia di Selandia Baru untuk melakukan moratorium ABK Indonesia di kapal perikanan asing.
Opsi kedua, memberikan masukan teknis untuk perizinan ABK yang akan bekerja di kapal asing. "Dua ini terserah mana yang akan disetujui. Jadi intinya adalah, ini (ABK) masalah kompleks,” kata Edhy dalam keterangan tertulis, Rabu, 13 Mei 2020.
Jika nantinya opsi moratorium yang diambil, Edhy menyebut KKP siap memberikan akses lapangan kerja agar para ABK Indonesia bekerja di kapal perikanan lokal. Bahkan dia telah menyiapkan kemudahan perizinan bagi para pemilik kapal perikanan agar mereka bisa menyediakan lapangan kerja.
“Hitungan saya kita masih butuh ABK, kalau satu kapal butuh 30 ABK, 1.000 kapal butuh 30.000 (ABK),” ujarnya.
Karenanya, Edhy berkomitmen untuk menyelesaikan persoalan ABK dari hulu terlebih dahulu. Caranya, dengan membangun komunikasi dengan Kementerian Tenaga Kerja serta Kementerian Perhubungan untuk menyamakan persepsi.
Terlebih dua lembaga tersebut memiliki kewenangan berdasarkan undang-undang untuk memberikan izin bekerja kepada para ABK. “Dari sisi aturan, memang kalau kita lihat KKP sendiri tidak punya wewenang untuk memberikan izin. Ada dua yang punya wewenang, Kemenaker (melalui UU Tenaga Kerja), dan Kemenhub (Melaui UU Pelayaran),” kata dia.
Bahkan sebelum ramai pemberitaan tentang pelarungan ABK di media Korea Selatan beberapa hari lalu, Edhy mengaku telah mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi IX pada 15 Februari 2020, yang membahas tentang nasib ABK di kapal asing. Hasil kesimpulan rapat tersebut menyepakati agar ketiga lembaga yakni KKP, Kemenaker, serta Kemenhub melakukan pendalaman guna menyusun penyelesaian di sektor hulu. “Nah, kemarin tiga hari yang lalu kita diundang Kemekomarves, kita diminta pemantapan,” katanya.
Sementara saat ini, terdapat empat cara yang biasa dilakukan para ABK hingga akhirnya mereka bisa bekerja di kapal asing. Cara pertama keluar melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), kedua menggunakan izin dari Kementerian Perhubungan. Cara ketiga ialah keluar setelah mendapatkan izin dari Pemda dan terakhir melalui jalur ilegal. “Masalah utamanya bukan di hilir tapi di hulu,” kata dia