OJK Klaim Tak Ada Penolakan Restrukturisasi Kredit Terkait Corona

Reporter

Fajar Pebrianto

Editor

Rahma Tri

Senin, 11 Mei 2020 13:17 WIB

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso meninggalkan gedung KPK setelah pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 13 November 2018. Wimboh Santoso diperiksa sebagai saksi untuk pengembangan penyelidikan kasus tindak pidana korupsi aliran dana bailout Bank Century yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 6,7 triliun. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim semua lembaga keuangan bank dan non-bank sepakat untuk menjalankan restrukturisasi kredit di masa pandemi corona ini. Karena itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso heran dengan kabar bahwa sejumlah lembaga keuangan tidak mau melakukan restrukturisasi.

“Kami cek memang tidak ada, semua ikut,” kata Wimboh dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Senin, 11 Mei 2020.

Menurut Wimboh, restrukturisasi kredit merupakan salah satu bentuk insentif bagi lembaga keuangan. Jika dilakukan restrukturisasi, maka nasabah yang menunggak pokok pinjaman dan bunga, akan dikategorikan lancar bukan sebagai Non Performing Loan (NPL) alias kredit macet. “Sehingga tidak ada tekanan pada NPL,” kata dia.

Hingga Maret 2020, OJK memang mencatat kredit macet naik. Dari 2,53 persen pada Desember 2019, menjadi 2,77 persen. Namun, kebanyakan dari kredit macet itu terjadi setelah Corona. “Jadi jika tidak ada Covid-19 pun, barangkali kondisinya (kredit yang macet) juga sudah parah, kata dia.

Meski demikian, kondisi di lapangan berbeda. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Suryani Motik beberapa waktu lalu mengatakan penolakan atas restrukturisasi kredit masih terjadi. Sehingga, belum semua pengusaha bisa mendapatkan fasilitas tersebut.

Advertising
Advertising

Pengusaha pun juga keberatan dengan batas restrukturisasi kredit sebesar Rp 10 miliar yang ditetapkan OJK. Sebab, banyak kredit di atas Rp 10 miliar yang juga terdampak Covid-19.

Salah satunya dirasakan oleh pengusaha bus NPM asal Sumatera Barat. Pemilik PO Bus ini, Angga Vircansa Chairul, mengatakan harga satu bus saja Rp 1,5 miliar. Jika 10 bus berarti Rp 15 miliar. “Otomatis tidak eligible dengan ketentuan OJK,” kata Angga.

Berita terkait

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

1 hari lalu

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

Pada 2021 lalu European Medicines Agency (EMA) telah mengungkap efek samping dari vaksinasi AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

LPS Sudah Bayar Dana Nasabah BPRS Saka Dana Mulia yang Ditutup OJK Sebesar Rp 18 Miliar

2 hari lalu

LPS Sudah Bayar Dana Nasabah BPRS Saka Dana Mulia yang Ditutup OJK Sebesar Rp 18 Miliar

Kantor BPRS Saka Dana Mulia ditutup untuk umum dan PT BPRS Saka Dana Mulia menghentikan seluruh kegiatan usahanya.

Baca Selengkapnya

Lima Persen BPR dan BPRS Belum Penuhi Modal Inti Minimum

3 hari lalu

Lima Persen BPR dan BPRS Belum Penuhi Modal Inti Minimum

Sebanyak 1.213 BPR dan BPRS telah memenuhi ketentuan modal inti sebesar Rp 6 miliar. Masih ada lima persen yang belum.

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

3 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

3 hari lalu

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

Menkeu Sri Mulyani mengatakan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia pada kuartal pertama tahun 2024 masih terjaga.

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

3 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Kadin Ingatkan Pemerintah Hati-hati Membentuk Badan Otorita Penerimaan Negara

4 hari lalu

Kadin Ingatkan Pemerintah Hati-hati Membentuk Badan Otorita Penerimaan Negara

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah agar berhati-hati dalam pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara.

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

4 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Solo Great Sale 2024 Targetkan Pengembangan Potensi Investasi Aglomerasi

4 hari lalu

Solo Great Sale 2024 Targetkan Pengembangan Potensi Investasi Aglomerasi

Gelaran Solo Great Sale atau SGS kembali hadir di Kota Solo, Jawa Tengah, menyemarakkan bulan Mei 2024 ini.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

4 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya