Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan pers hasil rapat dewan gubernur BI bulan Januari 2020 di Jakarta, Kamis 23 Januari 2020. Tempo/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan fluktuasi nilai tukar rupiah belakangan ini lebih dipengaruhi oleh faktor teknikal perkembangan berita dari dalam dan luar negeri.
Hal ini tampak ketika kurs ditutup kemarin di angka Rp 15.380 per dolar Amerika Serikat, atau melemah 70 basis poin dari sehari sebelumnya yang Rp 15.310 per dolar AS untuk level bawah. Pada level atas pun kurs melemah dari Rp 15.460 ke Rp 15.465 per dolar Amerika Serikat, kemarin.
Perry mengungkapkan beberapa faktor yang menekan nilai tukar tersebut. "Pertama, kebutuhan valuta asing dari korporasi menjelang akhir bulan relatif tinggi," ujar dia dalam siaran langsung, Rabu, 29 April 2020.
Di samping itu, Perry mengatakan ada sentimen dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah. Kebijakan tersebut dilihat para pelaku pasar sebagai faktor yang akan menurunkan pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini.
"Kemudian prediksi Fitch bahwa pertumbuhan ekonomi tahun ini 2,8 persen atau lebih rendah dari tahun sebelumnya, meskipun 2,8 persen lebih tinggi dari perkiraan kami 2,3 persen," tutur Perry.
Di samping berita negatif, Perry mengungkap adanya faktor positif yang mendorong penguatan nilai tukar. Antara lain tingginya minat pasar pada lelang surat berharga negara, kemarin. Lelang itu mengumpulkan jumlah penawaran hingga Rp 44,4 triliun atau atau 2,2 kali dari target minimal.
Kabar baik lainnya muncul dari luar negeri, yaitu menguatnya pasar future saham di Amerika Serikat dan Eropa. "Jadi perkembangan hari ke hari seperti itu tergantung berita," tutur Perry. "Keseluruhan trennya untuk ke depan sampai akhir tahun insya Allah rupiah stabil dan menguat ke arah 15.000 per dolar AS."