Larangan Mudik Berlaku, Saham Garuda Langsung Jeblok
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 24 April 2020 11:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Larangan mudik yang diikuti dengan pemberlakuan larangan penerbangan dari 24 April 2020 hingga 31 Mei 2020 berimbas pada pergerakan saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Saham maskapai pelat merah berkode GIAA langsung menuju ke zona merah pada pembukaan perdagangan hari ini, Jumat, 24 April 2020.
Laju saham Garuda Indonesia langsung terkoreksi 2 poin ke level Rp 177 pada sesi pembukaan perdagangan hari ini. Saham GIAA itu lanjut jatuh ke zona merah dengan koreksi 10 poin atau 5,59 persen ke level Rp 169 hingga pikul 09:15 WIB. Saat berita ini ditulis saham GIAA berada di level Rp 170.
Sepanjang periode berjalan tahun ini, saham GIAA berada dalam tren negatif. Secara year to date (ytd), pergerakan harga saham perseroan sudah ambles sekitar 66,06 persen.
Dalam keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia (BEI) awal pekan ini, Manajemen Garuda Indonesia menjelaskan bahwa pendapatan operasional perseroan pada kuartal I tahun 2020 turun sekitar 33 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Kondisi itu terutama disebabkan oleh menurunnya pendapatan penumpang yang kontribusinya terhadap total pendapatan usaha yang mencapai lebih dari 80 persen.
Penurunan pendapatan penumpang sejalan dengan penurunan jumlah penumpang dan harga tiket per penumpang dibandingkan dengan kuartal I/2019. Hal itu disebut emiten berkode saham GIAA itu sangat terpengaruh oleh kondisi industri penerbangan yang menurun akibat pandemi virus Corona atau Covid-19.
Lebih lanjut, GIAA menjelaskan bahwa kondisi industri penerbangan erat kaitannya dengan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa daerah terutama ibu kota. Menurunya kondisi perekonomian juga mengakibatkan daya beli masyarakat menurun dan memilih mengurangi pengeluaran biaya untuk perjalanan.
Kondisi pasar penumpang itu membuat maskapai pelat merah tersebut memangkas kapasitas produksi yang dimiliki. Pemangkasan kapasitas tercermin dari frekuensi penerbangan dan available seat kilometer (ASK) yang menurun.
Untuk menjaga kelangsungan usaha 6 bulan ke depan, manajemen GIAA menyebut telah melakukan beberapa inisiasi strategi dari aspek keuangan maupun aspek operasional. Dari sisi keuangan, perseroan melakukan sejumlah langkah.
Pertama, melakukan negosiasi dengan lessor untuk penundaan pembayaran sewa pesawat. Kedua, memperpanjang masa sewa pesawat untuk mengurangi biaya sewa per bulan.
Ketiga, mengusahan financing dari perbankan dalam dan luar ataupun pinjaman lainnya. Keempat, menegosiasikan kewajiban perseroan yang akan jatuh tempo dengan pihak ketiga.
Keenam, melakukan program efisiensi biaya kurang lebih 15 persen—20 persen dari total biaya operasional dengan tetap memprioritaskan keselamatan dan keamanan penerbangan, pegawai, serta layanan. Ketujuh, GIAA juga mengajukan permohonan dukungan kepada pemerintah selaku pemegang saham perseroan.
Lebih jauh GIAA menekankan cash flow atau arus kas merupakan hal penting untuk menjaga going concern perseroan. Dua kategori biaya yang sangat berpengaruh terhadap pengeluaran kas yaitu biaya tetap dan biaya variabel penerbangan.
Dari sisi operasional, GIAA menjelaskan pendapatan penumpang berkontribusi lebih dari 80 persen terhadap total pendapatan perseroan. Dengan adanya penurunan trafik, diperlukan strategi untuk menurunkan biaya variabel penerbangan.
Langkah yang ditempuh perseroan yakni dengan mengoptimalkan frekuensi dan kapasitas penerbangan baik penerbangan domestik maupun internasional. Selanjutnya, mengoptimalkan layanan kargo dan aktif mendukung upaya-upaya pemerintah khususnya yang terkait dengan penanganan COVID-19 melalui pengangkutan bantuan kemanusiaan, APD, obat-obatan, dan alat kesehatan.
GIAA juga menutup rute-rute yang tidak menghasilkan profit. Selain itu, perseroan mengoptimalkan layanan charter pesawat untuk evakuasi WNI yang berada di luar negeri serta membantu proses pemulangan WNA ke negara masing-masing dan layanan charter untuk pengangkutan kargo.
Maskapai Garuda Indonesia juga menunda kedatangan empat pesawat Airbus A330–900 pada 2020. Pengembangan internasional hub, Amsterdam dan Jepang, juga dilakukan agar layanan perseroan menjangkau seluruh dunia dengan mengoptimalkan interline.
BISNIS