Ketua Umum Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI), Gita Wirjawan menyampaikan kata sambutan sebelum memberikan penghargaan bonus kepada para juara All England Super Series Premier 2014 di Senayan National Golf Club, Jakarta, (28/3). TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Center of Reform on Economics Piter Abdullah menanggapi saran mantan Menteri Perdagangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gita Wirjawan agar Bank Indonesia mencetak uang untuk mengguyur masyarakat dalam penanganan virus corona Covid-19.
Piter mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang memungkinkan pelebaran defisit dan mengizinkan Bank Indonesia untuk membeli surat utang negara pemerintah, pada hakikatnya adalah bentuk pembiayaan fiskal dengan mencetak uang. "Jadi apa yang disarankan oleh Gita Wirjawan sudah dipersiapkan oleh pemerintah dan BI dengan payung hukum Perpu," kata Piter saat dihubungi, Kamis, 17 April 2020.
Menurut dia, kebijakan itu juga dilakukan di banyak negara. Core dalam rilis sebelumnya, kata dia, menyarankan agar pemerintah mengutamakan mekanisme ini untuk membiayai stimulus.
Mekanisme itu bisa mengurangi biaya bagi pemerintah dan bisa dilakukan dalam jumlah yang sangat besar. "Memang ada kekhawatiran bisa mendorong inflasi, tetapi di tengah perlambatan ekonomi domestik serta menurunnya penyaluran kredit perbankan tekanan inflasi akibat pertambahan jumlah uang beredar tidak akan besar," ujarnya.
Karena, dia menilai inflasi akan lebih dipengaruhi oleh ketersediaan barang.
Sebelumnya Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo meningkatkan pelonggaran moneter melalui instrumen kuantitas (quantitative easing) demi pemulihan ekonomi nasional dari dampak Covid-19. Salah satunya untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.
"Quantitative easing hampir Rp 300 triliun kami tambahkan ini dalam bentuk penurunan GWM (giro wajib minimum) rupiah sebesar 200 basis poin untuk bank umum konvesional," kata Perry dalam siaran langsung pengumuman RDG BI di Bank Indonesia, Jakarta, Selasa, 14 April 2020.
Dan kata dia, penurunan 50 bps untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah, mulai berlaku 1 Mei 2020. Menurutnya, itu akan menambah likuiditas perbankan sebesar Rp 102 triliun.
Kemarin, Gita Wirjawan menyarankan pemerintah menyiapkan setidaknya Rp 1.600 triliun untuk menangani wabah virus corona Covid-19 dalam enam bulan ke depan. Untuk memenuhi biaya tersebut, ia mengusulkan Bank Indonesia untuk melakukan pelonggaran kuantitatif easing alias mencetak uang untuk mengguyur masyarakat. "Ujung-ujungnya, ini duitnya dari mana? Mau enggak mau harus dicetak, itu solusi dari saya," ujar Gita kepada Tempo, Rabu, 15 April 2020.
Bank Indonesia, menurut dia, punya dua pilihan yaitu dengan mengeruk cadangan devisa atau mencetak uang dan membeli surat utang negara di pasar primer. Pilihan pertama dinilai berisiko menimbulkan fluktuasi, apalagi terhadap sentimen pasar. "Paling mudah adalah mencetak."