Edhy Prabowo: Biaya Angkut Bebani Ongkos Produksi Garam
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 31 Januari 2020 13:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengklaim telah dialog dengan petani garam, pelaku industri perikanan, dan nelayan. Dalam diskusi tersebut, banyak yang mengeluhkan harga garam yang saat ini berada di level Rp 250 per kilogram dari yang sebelumnya bisa mencapai ribuan per kilogramnya. Mereka beranggapan jatuhnya harga garam karena ramainya impor.
Dia mengatakan sudah berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan, untuk memecahkan persoalan tersebut. "Semua kita lakukan secara koordinasi. Tapi yang perlu digarisbawahi, pemerintah tidak akan membiarkan petambak garamnya sengsara," kata Edhy dalam keterangan tertulis, Jumat, 31 Januari 2020.
Edhy ingin garam dalam negeri semuanya terserap dan harganya kembali stabil sehingga tidak ada petani yang merugi. Menurutnya, koordinasi juga dilakukan dengan Kementerian PUPR untuk pembangunan infrastuktur jalan menuju lokasi tambak. Karena salah satu penyebab tingginya ongkos produksi garam yang ia terima, adalah tingginya biaya angkut garam dari tambak menuju lokasi penyimpanan.
Hal itu dia sampaikan saat meresmikan Gudang Garam Nasional (GGN) di Kabupaten Pati, Jawa Tegah. Peresmian ini mewakili lima GGN lainnya yang tersebar di berbagai daerah, yakni Demak, Jepara, Indramayu, Pamekasan dan Aceh Utara dengan nilai pembangunan masing-masing Rp 2,5 miliar.
Edhy menjelaskan enam GGN yang diresmikan masing-masing berkapasitas 2.000 ton, sehingga total daya tampungnya menjadi 12.000 ton. Pembagunan GGN bertujuan memudahkan petani garam mudah dalam menyimpan hasil panen sehingga kualitas garam yang diproduksi tetap terjaga.
"Untuk para petambak garam di lapangan, ini sudah ada akses pergudangan. Diharapkan bisa menampung garam saat musim panen, sehingga kualitasnya terjaga," ujar Edhy.
Dengan diresmikannya GGN di Pati, total gudang yang sudah dibangun di Jawa Tengah sebanyak sembilan unit. Tiga lainnya ada di Brebes dengan rincian dua berkapasitas 2.000 ton dan sisanya 1.000 ton. Satu lainnya ada di Rembang dengan kapasitas penyimpanan 1.000 ton.