Kementan Minta UPT Investigasi Laporan Kasus Penyakit Satwa Liar
Reporter
Larissa Huda
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 31 Januari 2020 11:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) I Ketut Diarmita mengatakan terus meningkatkan kewaspadaan penyebaran kasus pneumonia (radang paru-paru) akibat infeksi virus corona jenis baru (2019-nCoV) di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Ketut menuturkan berdasarkan analisa genetik dari virus tersebut menunjukkan adanya kedekatan kekerabatan dengan virus yang ditemukan pada kelelawar.
"Sehingga, yang kami awasi adalah hewan dan produk hewan yang masuk ke negara kita dari negara outbreak (terjangkit)," ujar Ketut kepada Tempo, Kamis 30 Januari 2020.
Namun demikian, Ketut berujar masih perlu investigasi lebih lanjut untuk dapat mengkonfirmasi bahwa hewan menjadi sumber penularan ke manusia. Sampai saat ini, kata dia, rute penularan yang dianggap paling berisiko adalah penularan dari manusia ke manusia. Meski begitu, Ketut mengatakan pemerintah tetap mewaspadai kemungkinan penularan lewat media lainnya.
"Untuk (pengawasan) dalam negeri kami melakukan monitoring dan surveilans secara berkala terhadap produk tersebut jangan sampai tidak terdeteksi, kami akan koordinasikan dengan Kemenkes (kementerian kesehatan) dan karantina," ujar Ketut.
Ketut menjelaskan bahwa berdasarkan hasil investigasi sementara menunjukkan hasil analisa genetik virus 2019-nCoV memiliki kedekatan dengan penyebab penyakit pernafasan yang sebelumnya mewabah yaitu SARS (severe acute respiratory syndrome) dan MERS-CoV (Middle East respiratory syndrome-related coronavirus). Sehingga, kata dia, perlu diwaspadai adanya indikasi bahwa penyakit ini berpotensi zoonosis, yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia.
Sebagai kewaspadaan dini terhadap ancaman virus ini, Ketut meminta agar masyarakat segera melapor jika terjadi peningkatan kasus penyakit pada hewan dan satwa liar. Di sisi lain, Ketut juga meminta agar unit pelaksana teknis (UPT) Kementan yaitu Balai Veteriner di seluruh Indonesia untuk melakukan investigasi terhadap laporan kasus penyakit pada hewan dan satwa liar yang berkaitan dengan kasus dugaan infeksi 2019-nCoV pada manusia.
Menurut dia, selama ini Balai Veteriner sudah memiliki kemampuan untuk deteksi virus-virus yang baru muncul seperti virus corona, karena secara aktif telah bekerjasama dengan sektor kesehatan dan satwa liar dalam melakukan surveilans di satwa liar yang kontak dengan ternak dan manusia melalui pendekatan one health. Kegiatan ini didukung oleh Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food and Agriculture Organization(FAO) melalui fasilitas dari United States Agency for International Development (USAID).
"Kami lakukan monitoring dan koordinasi terus menerus sampai kasus di negara lain dianggap aman," kata Ketut.
Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Fadjar Sumping Tjatur Rasa mengatakan pengetatan pengawasan lalu lintas hewan dan produk hewan oleh Badan Karantina sudah dilaksanakan sejak tahun lalu karena kebetulan pemerintah juga sudah terancam penyakit demam babi afrika (ASF). Meski begitu, Fadjar mengatakan pengetatan juga dalam rangka mencegah penyebaran virus corona.
Adapun surveilans dan monitoring, ujar Fadjar, akan dilakukan oleh Balai Veteriner, Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, dan Balai Besar Penelitian Veteriner (BBLitvet) bekerjasama dengan dinas setempat. "Untuk pengetatan pengawasan impor hewan dilakukan pemeriksaan dokumen penerbitan rekomendasi impor," ujar Fadjar.
<!--more-->
Fadjar berujar sampai saat ini belum diketahui pasti apakah virus corona bersumber dari hewan ternak, satwa liar, atau pun ikan. Namun, kata dia, bila ada bukti dari hewan ternak atau produknya maka akan dilakukan penutupan dari negara tertular sesuai tingkat risikonya. Beberapa waktu lalu, Kementan juga telah berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk mencegah penyebaran virus corona.
"Hasil koordinasi tersebut menyampaikan bahwa Kementan bersama kementerian atau lembaga terkait dan dinas melaksanakan upaya-upaya pencegahan, deteksi dini, dan pengendalian," ujar Fadjar.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) juga memperketat pengawasan impor ikan. Lewat Surat Edaran Kepala BKIPM bernomor SE No.276/BKIPM/I/2020, Rina mengatakan akan memastikan daftar ikan yang diimpor dari negara terjangkit sehat dan aman dikonsumsi. Untuk itu, ia ingin segera dilakukan pengujian terhadap ikan dan kemungkinannya terpapar virus corona.
Apabila telah dipastikan ikan sebagai media pembawa virus corona, BKIPM akan menghentikan sementara impor ikan dari negara-negara yang dicurigai terkena wabah. Kementerian, kata Rina, akan meminta konfirmasi dari Otoritas Kompeten Tiongkok atau General Administration of Customs of the People's Republic of China (GACC) terkait langkah pencegahan yang dilakukan.
"Kami juga akan mewajibkan GACC memastikan produk dari Tiongkok sudah diuji dan bebas virus corona,” ujar Rina dalam keterangan resminya.
Kepala Sub Direktortat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Deni Surjantoro mengatakan memastikan kewaspadaan baik secara internal dan eksternal untuk menekan penyebaran virus corona. Meskipun belum ada bukti bahwa penyebaran bisa terjadi lewat barang impor, Deni mengatakan lembaganya telah mengeluarkan instruksi kepada petugas di lapangan untuk menjalankan prosedur keamanan, seperti mengenakan sarung tangan, masker, dan alat pelindung lainnya.
"Kami merujuk pernyataan Kemenkes hawa untuk barang tidak bisa jadi media berkembangnya virus corona karena barang mati," tutur Deni.
Adapun untuk prosedur makanan daging, atau buah, Ditjen Bea dan Cukai akan merujuk pada ketentuan yang sudah. Misalnya saja, untuk produk makanan harus ada sertifikat Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Selin itu, untuk produk hewan, ikan, atau pun tumbuhan harus ada sertifikat dari Badan Karantina. "Di setiap pelabuhan ada kantor katantina pelabuhan, nantinya juga dilakukan pengawasan ketat oleh Kemenkes, termasuk karantina manusia di pelabuhan," ujar Deni.
Berdasarkan informasi dari Kementerian Kesehatan, per 29 Januari lalu setidaknya sudah 6.065 kasus, dengan 132 kematian di Cina. Adapun temuan di Cina sebanyak 5.997 kasus, sementara itu temuan lainnya terdapat penyebaran sebanyak 68 kasus di 15 negara, yaitu Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Singapura, Australia, Malaysia, Thailand, Nepal, Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Kamboja, Sri Lanka, Jerman, dan Uni Emirat Arab.