BP Jamsostek Sebut Iuran Pekerja Merpati Airlines Masih Tersendat
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rahma Tri
Selasa, 14 Januari 2020 13:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja atau BP Jamsostek, Ilyas Lubis memastikan lembaganya sudah menerima pendaftaran untuk seluruh pegawai BUMN. Meski demikian, ia mengakui masih ada iuran dari sejumlah BUMN yang tersendat, salah satunya Merpati Airlines.
“Itu kan tergantung perekonomian, udah lihat lah, bagaimana dunia usaha, misal penerbangan, seperti Merpati (Merpati Airlines). Tapi kalau Garuda (Garuda Indonesia) lancar,” kata Ilyas saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa, 14 Januari 2020.
Secara umum, kata Ilyas, saat ini sudah ada 650 ribu perusahaan yang mendaftarkan pekerja mereka ke BP Jamsostek, termasuk BUMN.Total, ada 54,5 juta pekerja yang sudah ditanggung jaminan sosial. “Tahun 2019 ini kami berhasil menambah 23 juta lebih, dari target 20,8 juta,” kata dia.
Adapun dari 650 ribu perusahaan ini, 120 ribu di antaranya merupakan perusahaan menengah besar. Jumlah ini mencakup 90 persen lebih perusahaan menengah besar di Indonesia. Sisanya, 530 ribu adalah perusahaan kecil. “Untuk UMKM, memang masih banyak sekali yang belum mendaftar ke BP Jamsostek,” kata dia.
Untuk Merpati Airlines, saat ini maskapai itu memang tengah didera sejumlah persoalan. Terbaru, Kementerian BUMN bertekad untuk menghidupkan kembali maskapai ini lewat kerja sama bisnis angkutan kargo dengan Garuda Indonesia di Indonesia Timur.
"Kita mulai dari kargo dulu saya tak ingin berspekulasi kita mulai dari kargo dulu," kata Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro saat ditanya kemungkinan merpati terbang lagi di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2019 silam.
Menurut dia, menghidupkan kembali penerbangan komersial Merpati Airlines tidak mudah, karena perseroan memiliki minus ekuitas sekitar Rp 10 triliun. Namun, kata dia, saat ini sudah dilakukan restrukturisasi utang melalui proses PKPU, di mana kreditur 80 persen merupakan BUMN.