Potensi NPL Tinggi di 2020, Perbankan Selektif Salurkan Kredit
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Sabtu, 21 Desember 2019 14:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Industri perbankan masih akan bersikap selektif dalam menyalurkan kredit tahun depan. Pasalnya, kondisi perekonomian global dan domestik diprediksi masih belum akan pulih sepenuhnya, sehingga risiko peningkatan rasio kredit macet (NPL) tetap membayangi. Direktur Utama PT Bank Mayora Irfanto Oeij menuturkan di 2020 dunia usaha masih akan menghadapi ketidakpastian dari imbas perlambatan ekonomi global tahun ini.
“Hal ini membuat bank tetap harus memperhitungkan kecenderungan masih tingginya NPL, sehingga kami memilih untuk tumbuh secara moderat dan selektif dalam penyaluran kredit sebagai langkah antisipasi,” ujar dia kepada Tempo, Jumat 20 Desember 2019
Hal senada diungkapkan oleh Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk, Jahja Setiaatmadja. Menurut dia, meski peluang tetap perbaikan ekonomi terbuka tahun depan, perbankan tetap akan berhati-hati memilah sejumlah sektor atau debitor dengan performa yang masih baik, serta memiliki prospek bisnis yang potensial. “Misalnya penyaluran kredit di sektor infrastruktur atau juga pariwisata dan ekonomi kreatif,” ucapnya.
Wakil Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Herry Sidharta menuturkan faktor eksternal yang masih harus diwaspadai di 2020 di antaranya adalah perkembangan situasi perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat, fluktuasi nilai tukar rupiah, serta harga komoditas global. “Hal-hal ini memang masih menjadi ancaman, karena kondisi ini bisa saja mempengaruhi kondisi keuangan debitor dan kemampuan membayar,” katanya.
Herry berujar serangkaian langkah antisipasi juga mulai diterapkan perseroan dalam mengelola kualitas kredit. “Misalnya improvement dalam melakukan proses analisa kredit, lalu early warning system untuk debitor yang diperkirakan akan mengalami penurunan kualitas,” ujarnya. Dia menambahkan, untuk ekspansi kredit, BNI juga akan berfokus pada sektor-sektor dengan risiko rendah. “Atau debitor-debitor yang selektif dengan pengalaman pada sektor dan region potensial itu.”
<!--more-->
Direktur Syariah Banking PT Bank CIMB Niaga Tbk, Pandji P. Djajanegara menuturkan langkah antisipasi lain yang bisa dilakukan perbankan untuk menghadapi risiko tersebut adalah memperbesar porsi kredit sindikasi, menyebar risiko, dan meningkatkan pendapatan berbasis komisi (fee based income). “Jadi bank bisa memperkuat pendapatan dari transactional banking misalnya, atau perdagangan,” ucapnya. Tak hanya itu, bank juga harus lebih efisien dalam pengelolaan usahanya.
Adapun Bank Indonesia sebelumnya mencatat adanya kenaikan tingkat NPL gross pada Oktober 2019 menjadi 2,73 persen dari bulan sebelumnya sebesar 2,66 persen. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan kenaikan itu sejalan dengan kondisi perekonomian yang masih belum menguat sepenuhnya. “Kami akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan bank-bank juga membentuk cadangan yang cukup guna mengantisipasi risiko NPL.”
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV OJK, Budi Armanto menambahkan kondisi NPL perbankan akan sejalan pula dengan kondisi perekonomian. “NPL tentu akan tetap dijaga terus oleh perbankan, tapi NPL juga akan tetap meningkat kalau ekonominya juga nggak merangkak naik, sehingga pertumbuhan kredit juga kecil dan rasio NPL meningkat,” ucapnya. Selain risiko NPL, Budi juga mengingatkan akan risiko yang berpotensi datang dari tekanan likuiditas di dalam negeri. “Karena defisit fiskal juga berpotensi menekan perbankan melalui penerbitan surat utang yang sangat menarik imbal hasilnya,” kata Budi.
GHOIDA RAHMAH