Setoran Cukai Turun, Sri Mulyani: Mungkin Orang Gak Ngerokok Lagi
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 19 Desember 2019 19:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan penerimaan cukai setelah Juni 2019 hingga kini terus turun. Ia menduga kondisi ini terjadi karena dampak penurunan produksi rokok sesudah proses Pemilu Presiden beberapa bulan lalu.
Tapi Sri Mulyani tak menjelaskan kenapa produksi rokok menurun. “Mungkin waktu Pemilu banyak yang ngerokok, sesudah itu orang gak ngerokok lagi,” canda Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, 19 Desember 2019.
Sepanjang semester I 2019, penerimaan cukai berhasil tumbuh hingga 32,87 persen year-on-year (yoy). Tapi pada kuartal III, pertumbuhannya menurun jadi 2,57 persen.
Kemudian pada Oktober 2019, pertumbuhan penerimaan cukai menjadi negatif 7,99 persen. Baru pada November, angkanya membaik meski masih tercatat negatif 0,5 persen.
Penerimaan cukai memang menurun di akhir tahun. Tapi hingga 30 November 2019, penerimaan cukai telah mencapai Rp 139,5 triliun atau 84,3 persen dari target APBN. Sementara, penerimaan cukai berikut kepabeanan sudah mencapai Rp 176,23 triliun atau 84,4 persen dari target APBN.
Sehingga, meski pertumbuhan cukai pada November 2019 negatif 0,5 persen, Sri Mulyani tetap yakin target akan tercapai hingga akhir tahun. “Seiring dengan pola pelunasan kredit cukai,” kata dia.
Beda dengan penerimaan cukai, penerimaan pajak masih 72,02 persen dari target APBN. Sri Mulyani pun lantas menyinggung dua anak buahnya yang mengurus dua pos penerimaan ini.
<!--more-->
“Jadi kalau Pak Suryo (Dirjen Pajak Suryo Utomo) masih ketahan shortfall (kekurangan penerimaan pajak, Pak Heru (Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi) sudah senyum-senyum,” kata Sri Mulyani sambil tersenyum. Walhasil Heru Pambudi yang duduk di ujung tampak salah tingkah, sementara Suryo diam saja.
Badan Pusat Statistik atau BPS sebelumnya mencatat harga rokok mulai merangkak naik beberapa bulan terakhir. Menurut catatan BPS, sejak September hingga November 2019, rokok selalu memberikan andil kepada angka inflasi sebesar 0,01 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan kenaikan tersebut berkaitan dengan rencananya pemerintah untuk menaikkan cukai rokok mulai Januari 2020. "Saya pikir kenaikan ini terjadi karena pedagang mengantisipasi rencana kenaikan cukai rokok," ujarnya di Jakarta Pusat, Senin 2 Desember 2019.
Pada November, BPS mencatat kelompok makanan jadi dan tembakau mengalami inflasi sebesar 0,25 persen. Komponen ini memberi andil bagi inflasi November sebesar 0,04 persen. Adapun, yang paling dominan memberikan andil inflasi adalah rokok kretek dan rokok kretek filter dengan masing-masing 0,01 persen.
Suhariyanto melanjutkan, kenaikan harga rokok tersebut terjadi dilakukan oleh pedagang secara gradual. Hal ini karena, pedagang tidak menginginkan para perokok kaget terhadap harga rokok yang tiba-tiba melonjak tahun depan.
Menurut catatan BPS, harga rokok kretek filter telah mengalami peningkatan harga hingga 0,70 persen, secara gradual. Kenaikan pelan-pelan ini terjadi di 50 kota dari 82 kota yang dilakukan survei oleh BPS. Dari catatan BPS, kenaikan tertinggi terjadi di kota Sibolga dengan angka 4 persen.
DIAS PRASONGKO