Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama dalam jumpa pers peluncuran Katalog Wisata Kesehatan dan Skenario Perjalanan Wisata Kebugaran, Selasa 19 November 2019 di Jakarta/Kementerian Kesehatan
TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi apoteker di Indonesia, Farmasis Indonesia Bersatu meminta proses izin edar obat tetap dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Ketua Umum Farmasis Indonesia Bersatu (FIB) Fidi Setyawan berharap Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto membatalkan wacana mengembalikan kewenangan proses izin edar obat di Kementerian Kesehatan.
Fidi menginginkan proses izin edar obat tetap berada di bawah BPOM. Dia juga meminta BPOM untuk mempercepat proses izin tersebut sebagaimana banyak dikeluhkan oleh industri farmasi atas prosedur yang berlarut-larut.
"Mendorong Badan POM melakukan percepatan perizinan sehingga membuat iklim Investasi Kondusif," kata dia, Sabtu 30 November 2019.
Farmasis Indonesia Bersatu juga mendorong BPOM melakukan desentralisasi perizinan kepada Balai POM Daerah untuk produk-produk UKM dan jamu tradisional sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara adil dan merata.
Fidi meminta BPOM meningkatkan penerimaan pegawai berkualifikasi apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan penyuluh produk farmasi kreatif.
Farmasis Indonesia Bersatu, kata dia, telah beraudensi dengan ketua Badan POM Penny Lukito. Dalam pertemuan tersebut dirinya juga meminta agar BPOM meningkatkan komunikasi dengan organisasi-organisasi apoteker dalam hal penyusunan regulasi ke depan.
Organsisasi Farmasis Indonesia Bersatu juga meminta Badan POM menjamin peredaran dan distribusi obat hanya dari sarana kefarmasian dan bersikap setara di dalam penindakan di semua sarana terkait obat.
Deputi direktur lembaga kajian Pusat Studi Nusantara (PUSTARA) Agus Surono berpendapat wacana Menkes Terawan Agus Putranto yang akan mempercepat proses izin edar obat bisa berdampak pada keamanan produk obat.
<!--more-->
Menurut Agus, izin edar obat dikeluarkan oleh otoritas obat dan makanan dengan mengikuti standar prosedur yang prudent untuk memastikan setiap obat yang beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat harus aman, bermutu dan berkhasiat (Effective and Efficacy).
"Hal ini sudah pasti akan menimbulkan kekuatiran atau ketakutan tidak saja bagi yang mengkonsumsi obat tersebut, melainkan juga oleh dokter yang akan meresepkan dan apoteker yang meracikan atau memberikan obat kepada pasien akan keamanan, mutu, efektifitas dan efikasi obat tersebut," kata Agus.