Hapus IMB dan Amdal, BPN: Untuk Genjot Peringkat Berbisnis
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 29 November 2019 10:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional atau BPN Himawan Arief Sugoto menjelaskan rencana pemerintah menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Ia mengatakan wacana itu diusung untuk mempermudah perizinan berusaha ke depannya.
Himawan memastikan penghapusan IMB dan Amdal bukan berarti pemerintah mengenyampingkan kualitas penataan ruang dan kelestarian lingkungan. Sebab, rencana itu sejalan dengan langkah pemerintah menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten/Kota.
"Apabila itu sudah ada di seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia, maka setiap wilayah akan jelas peruntukan ruangnya, dengan begitu tak lagi membutuhkan pengajuan IMB-Amdal terkait investasi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat,29 November 2019.
Himawan mengatakan informasi RDTR ini akan lengkap. Misalnya saja koefisien dasar bangunan, serta koefisien lantai bangunan. Sehingga RDTR dinilai dapat menggantikan IMB karena terdapat kesamaan substansi yang diatur dalam dua dokumen tersebut. Aturan tersebut nantinya akan termaktub dalam peraturan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Dengan demikian berinvestasi di Indonesia akan lebih mudah.
Rancangan beleid itu sebelumnya dilatarbelakangi peringkat Kemudahan Berusaha atau Ease Of Doing Business (EODB) yang dirilis Bank Dunia beberapa waktu lalu. Kendati nilainya naik, secara peringkat Indonesia mengalami penurunan yaitu turun satu tingkat.
Pada tahun 2018, Indonesia berada di peringkat 72 peringkat EODB. Sementara, pada tahun 2019 Indonesia berada di peringkat 73. "Ini artinya harapan Indonesia dapat naik menjadi peringkat 40 belum terwujud dengan optimal," tutur Himawan.
Belum naiknya peringkat kemudahan usaha di Indonesia, tutur dia, diduga disebabkan banyaknya duplikasi aturan hingga lambatnya proses perizinan masih menjadi kendala yang kerap dihadapi investor. Meski ada komitmen dari pemerintah untuk mempermudah proses perizinan usaha di Indonesia, ternyata praktiknya masih belum optimal.
<!--more-->
Di samping menghapus perizinan, Himawan mengatakan hal yang menjadi perhatian Kementerian ATR/BPN dalam rangka meningkatkan investasi adalah dengan pemberantasan mafia tanah. Himawan mengatakan Kementerian ATR/BPN bekerja sama dengan POLRI membentuk Tim Terpadu untuk memberantas mafia tanah.
Kewenangan yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN pada pencegahan dan pemberantasan mafia tanah adalah dalam urusan administratif termasuk di dalamnya kepastian sumber data. Sedangkan untuk penentuan pidana atau perdata menjadi kewenangan pihak Kepolisian. Oleh karena itu Kementerian ATR/BPN bersinergi, bekerja sama untuk memberantas mafia tanah yang meresahkan masyarakat.
Sebelumnya, ekonom senior Bank Dunia Arvind Jain menyebutkan Indonesia harus memperbaiki banyak hal untuk meningkatkan kemudahan berbisnis seperti penyederhanaan prosedur dan pembayaran pajak.
Dalam laporan Ease of Doing Business (EoDB) 2020 yang dirilis oleh Bank Dunia, Indonesia memperoleh nilai 69,6 dari 100 dan menempati peringkat ke-73 dari 190 negara. Peringkat tersebut tidak berubah jika dibandingkan dengan perolehan pada tahun sebelumnya, meski dari perolehan nilai mengalami peningkatan 1,64 poin.
Salah satu poin evaluasi untuk Indonesia berasal dari indikator memulai usaha (starting a business). Saat ini, proses memulai usaha di Indonesia masih harus melewati 11 prosedur, jauh di atas rata-rata negara di kawasan Asia Pasifik dan Asia Timur yang sebanyak 6,5 prosedur.