Kasus Jiwasraya Berdampak pada Industri Asuransi Nasional?
Reporter
Vindry Florentin
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 21 November 2019 06:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kinerja industri asuransi tumbuh tipis. Hingga semester I 2019, total premi asuransi tercatat sebesar Rp 221,14 triliun atau hanya naik 3 persen dari periode yang sama di 2018. Meski begitu, pelaku industri optimistis bisnisnya bisa melaju kencang hingga tahun depan.
Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, menyatakan perlambatan industri asuransi salah satunya dipicu ekonomi yang melemah, khususnya bagi asuransi umum. "Ekspansi kredit perbankan yang menjadi sumber utama bisnis asuransi tertekan karena ketidakpastian global," katanya kepada Tempo, Rabu 20 November 2019.
Tahun politik yang baru berakhir pada pertengahan tahun ini pun menjadi faktor penghambat. Dia berharap kabinet yang baru mampu memberikan kepastian bagi dunia usaha sehingga mendorong kepercayaan konsumen berinvestasi melalui fasilitas kredit perbankan.
Irvan memperkirakan hingga akhir tahun nanti pertumbuhan asuransi masih akan melambat. Asuransi umum diperkirakan maksimum hanya tumbuh 12 persen.
Namun Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Dody Achmad Sudiyar, menilai angkanya bisa lebih tinggi lagi. Di akhir tahun nanti, dia memproyeksikan pertumbuhan total premi asuransi umum mampu mencapai 14 persen. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia sesuai perkiraan pemerintah yaitu 5,3 persen pada 2020, dia mengestimasi premi bisa tumbuh hingga 17 persen tahun depan.
Pada semester I 2019, asuransi umum menyumbang Rp 40 triliun dari total pendapatan premi. Jumlahnya tumbuh 20 persen dari periode yang sama pada 2018 yang sebesar Rp 33 triliun. Hingga September ini, pendapatan premi asuransi umum tercatat telah mencapai Rp 57,9 triliun.
Menurut Dody, pertumbuhan asuransi umum masih akan ditopang tiga lini usaha terbesar yaitu asuransi harta benda, asuransi kendaraan bermotor, dan asuransi kredit. "Ketiga lini bisnis ini dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan membaik hingga berdampak kepada pengucuran kredit perbankan dan konsumsi masyarakat," katanya.
<!--more-->
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, Togar Pasaribu, pun meyakini asuransi jiwa bisa tumbuh tinggi tahun ini. "Prediksi kami sampai akhir tahun akan tumbuh sekitar 10 persen dibandingkan 2018," ujarnya. Menurut dia, menjelang akhir tahun para tenaga pemasar cenderung lebih gencar menjual produk untuk mengejar target.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total premi industri asuransi jiwa mencapai Rp 85,65 triliun pada akhir Juni 2019. Jumlahnya merosot sekitar 10 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 95,47 triliun.
Penurunan salah satunya dipicu perlambatan pendapatan premi dari keagenan. Kontribusi pendapatan dari agen mencapai 39,3 persen namun pada periode itu perolehannya menurun 3,5 persen. Premi baru pun mengalami sedikit perlambatan sebesar 8,8 persen, meski premi lanjutan meningkat 5,8 persen.
Togas menyatakan lesunya pertumbuhan asuransi jiwa itu tidak terpengaruh oleh terkuaknya kasus gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi. PT Asuransi Jiwasraya (Persero) misalnya menunda pembayaran kewajiban kepada 711 pemegang polis jatuh tempo pada produk bancassurance JS Saving Plan senilai Rp 802 miliar. Menurut dia, kasus itu sudah mencuat sejak dua tahun lalu. "Kami yakin masyarakat pemegang polis saat ini sudah bisa melihat permasalahan ini dengan bijaksana," katanya.