Arahan Jokowi ke Para Menteri, Fokus Tingkatkan Ekspor
Reporter
Egi Adyatama
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 11 November 2019 17:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta para menterinya agar fokus terhadap peningkatan ekspor, untuk mengurangi defisit neraca perdagangan. Ia mengatakan sebelumnya telah meminta Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, secara khusus untuk mengurusi urusan perdagangan luar negeri.
"Kemarin sudah saya perintahkan pak Mendag untuk secara khusus menugaskan wamen, bu Menlu juga menugaskan khusus wamen, agar perjanjian perdagangan dengan negara-negara potensial yang jadi tujuan ekspor kita segera bisa kita selesaikan," ujar Jokowi saat membuka Rapat Terbatas terkait penguatan neraca perdagangan, di Kantor Presiden, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin, 11 November 2019.
Selain menyelesaikan perjanjian lama, Jokowi juga meminta agar negara-negar potensial lain juga menjadi perhatian Indonesia. Ia ingin peningkatan ekspor pada pasar-pasar non tradisional juga dilakukan di negara-negara di Afrika, Asia Selatan, dan di kawasan-kawasan Indo Pasifik.
Jokowi juga mengingatkan agar pembenahan terus dilakukan dalam hal promosi produk-produk dalam negeri. Ia menilai selama ini kekuatan promosi Indonesia belum mampu menggenjot ekspor Indonesia.
"Baik promosi produk-produk ekspor maupun promosi pariwisata dan investasi, agar betul-betul kuat membangun brand image yang baik dan terintegrasi, sehingga betul-betul pameran yang kita lakukan bisa mendatangkan manfaat," ujar Jokowi.
Selain itu, Jokowi juga meminta adanya penguatan sumber daya manusia (SDM) secara besar-besaran dalam memperkuat ekspansi dan ekspor di sektor jasa. "Jangan lupa kita punya unicorn, decacorn yang juga merambah ke luar negeri," kata dia.
Penguatan ekspor merupakan hal yang diminya Jokowi, selain pengurangan impor. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September lalu, nilai neraca perdagangan mengalami defisit sebesar US$ 0,16 miliar atau US$ 160,5 juta. Defisit ini terjadi karena defisit perdagangan di sektor minyak dan gas (migas).
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan sepanjang September, neraca migas tercatat defisit sebesar US$ 761,8 juta. Sedangkan sektor non migas masih mengalami surplus sebesar US$ 601,3 juta.