Kuota FLPP Habis, Pembangunan Rumah Bersubsidi Tersendat

Kamis, 7 November 2019 06:15 WIB

Stan hunian LRT City dalam pameran REI Mandiri Property Expo 2018 di JCC, Jakarta, Senin, 19 November 2018. Para pengembang menawarkan hunian dengan berbagai harga mulai dari Rp 100 juta per unit untuk pasar Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di atas hingga Rp 5 miliar. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi)Daniel Djumali menuturkan saat ini kuota pembiayaan rumah bersubsidi dengan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) telah habis. Hal ini, kata dia, akan berdampak pada kinerja perusahaan.

“Hal ini berpengaruh bagi arus pengembang, karena rumah yang sudah selesai dibangun tidak bisa diakadkan,” tutur Daniel kepada Tempo, Rabu 6 November 2019.

Daniel mencontohkan apabila ada 20 ribu unit rumah yang akan diakadkan dikali Rp 140 juta, artinya akan nada investasi yang tersendat sekitar Rp 2,8 triliun. Padahal, kata dia, sektor perumahan berkaitan langsung dengan 120 komponen bisnis lainnya, baik material, tenaga kerja, dan lainnya. Selain itu, Daniel menilai investasi dari luar negeri juga akan tersendat lantaran habisnya kuota rumah bersubsidi FLPP.

Advertising
Advertising

“Dalam sejarahnya, baru kali ini terjadi kelangkaan atau habis nya kuota rumah bersubsidi. Hal ini juga berdampak buruk bagi konsumen masyarakat berpenghasilan rendah yang sudah membayar lunas uang muka, tapi tidak bisa ditempati atau diakad,” kata dia.

Setidaknya tiga asosiasi pengembang, kata Daniel, sudah menemui pemerintah, baik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Keuangan, hingga Presiden Joko Widodo untuk meminta tambahan kuota rumah bersubsidi. Daniel menuturkan pemerintah menjanjikan tambahan kuota. “Mudah-mudahan, kuota tambahan rumah bersubsidi FLPP ini, bisa terealisasi,” ujar Daniel.

Ketua Umum Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaja menuturkan habisnya kuota ini akan membuat konsumen terhambat untuk melakukan akad. Konsumen yang mau pindah ke skema komersil hanya sekitar 1-2 persen dari mereka yang tidak mendapatkan kuota. Menurut dia, kebanyakan masyarakat berpenghasilan rendah enggan memilih skema komersil lantaran harganya yang lebih mahal.

“Mereka tidak mungkin mampu dari segi cicilannya. Bayankan KPR lewat FLPP cicilannya hanya Rp 800 ribu, kalau yang komersil selisih 450 ribu atau 60 persen lebih mahal,” tutur Endang.

<!--more-->

Selain skema FLPP, Endang mengatakan pengembang sudah mencoba mengalihkan kepada skema bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT). Hal ini juga didukung dengan mempermudah sertifikat laik fungsi (SLF), tabungan, dan uang muka. Namun, kata dia, kuota yang disediakan tidak banyak. Tak hanya itu, persyaratan penyerahan permohonan persetujuan kredit akan ditutup pada 11 November mendatang.

“Karena tidak ada FLPP, masyarakat yang membatalkan akad karena tidak mau ke BP2BT itu 15 persen. Mereka rela walau harus menunggu tahun depan,” tutur Endang.

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Heri Eko Purwanto menuturkan permohonan penambahan anggaran untuk rumah subsidi dengan KPR skema FLP masih menunggu Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Sampai saat ini, PMK tersebut belum juga diterbitkan. “Saya sudah bilang pada teman-teman (pengembang) jangan terlalu bergantung pada FLPP untuk menyalurkan rumah bagi MBR karena ada alternatif BP2BT,” ujar Endang.

Saat ini, Heri mengatakan potensi skema BP2BT itu sebanyak 7 ribu unit untuk tahun ini. Namun, hingga saat ini realisasinya maish jauh dari target. Untuk tahun depan, Heri menuturkan pemerintah berencana akan mengalokasikan BP2BT sebanyak 50 ribu unit. “Kami juga sudah berikan relaksasi untuk dorong animo masyarakat,” ujar Heri.

Direktur Jenderal Anggaran Askolani menuturkan belum ada keputusan atas permohonan tambahan anggaran untuk rumah subsidi dengan KPR skema FLPP. Menurut Askolani, untuk permohonan tersebut masih dikoordinasikan dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). "Koordinasi dilakukan untuk melihat secara lengkap potensi dan kesiapan sampai akhir tahun, serta kelanjutan pada 2020," tutur Askolani kepada Tempo.

CAESAR AKBAR | LARISSA HUDA

Berita terkait

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

13 jam lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

15 jam lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

Laba Bersih BTN Kuartal I 2024 Tumbuh 7,4 Persen, Tembus Rp 860 M

3 hari lalu

Laba Bersih BTN Kuartal I 2024 Tumbuh 7,4 Persen, Tembus Rp 860 M

BTN mencatat pertumbuhan laba bersih sebesar 7,4 persen menjadi Rp 860 miliar pada kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

4 hari lalu

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

BI mengungkapkan uang beredar dalam arti luas pada Maret 2024 tumbuh 7,2 persen yoy hingga mencapai Rp 8.888,4 triliun.

Baca Selengkapnya

Bank KB Bukopin Turunkan Rasio Kredit Berisiko

6 hari lalu

Bank KB Bukopin Turunkan Rasio Kredit Berisiko

PT Bank KB Bukopin menurunkan rasio kredit berisiko hingga di bawah 35 persen.

Baca Selengkapnya

Restrukturisasi Kredit Berakhir, Bank Mandiri: Sebagian Debitur Terdampak Telah Masuk Tahap Normalisasi

27 hari lalu

Restrukturisasi Kredit Berakhir, Bank Mandiri: Sebagian Debitur Terdampak Telah Masuk Tahap Normalisasi

Bank Mandiri menyatakan bahwa kondisi para debiturnya yang terdampak Covid-19 telah kembali normal.

Baca Selengkapnya

Restrukturisasi Kredit Covid-19 Resmi Berakhir, BRI Optimistis Tak Berdampak Signifikan pada Kinerja

27 hari lalu

Restrukturisasi Kredit Covid-19 Resmi Berakhir, BRI Optimistis Tak Berdampak Signifikan pada Kinerja

BRI tetap optimistis atas keputusan OJK untuk menghentikan stimulus restrukturisasi kredit terdampak Covid-19.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Libur Panjang Banyak Penumpang Commuter Line Turun di Stasiun Dekat Pusat Perbelanjaan, OJK Sebut Restrukturisasi Kredit Covid-19 Berakhir

28 hari lalu

Terpopuler: Libur Panjang Banyak Penumpang Commuter Line Turun di Stasiun Dekat Pusat Perbelanjaan, OJK Sebut Restrukturisasi Kredit Covid-19 Berakhir

KAI Commuter mencatat total pengguna commuter line Jabodetabek selama libur panjang mencapai 1,6 juta orang.

Baca Selengkapnya

OJK Sebut Pemanfaatan Restrukturisasi Kredit Covid-19 Capai Rp 830,2 T

29 hari lalu

OJK Sebut Pemanfaatan Restrukturisasi Kredit Covid-19 Capai Rp 830,2 T

OJK menyebutkan pemanfaatan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 telah mencapai Rp 830,2 triliun.

Baca Selengkapnya

OJK Nyatakan Stimulus Restrukturisasi Kredit Covid-19 Berakhir Hari Ini

29 hari lalu

OJK Nyatakan Stimulus Restrukturisasi Kredit Covid-19 Berakhir Hari Ini

OJK menyatakan kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 berakhir per hari ini, Minggu, 31 Maret 2024

Baca Selengkapnya