Ekonom UNS: Iuran BPJS Tak Naik Saja, Banyak yang Menunggak
Reporter
Ahmad Rafiq (Kontributor)
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 30 Oktober 2019 11:43 WIB
TEMPO.CO, Solo - Keputusan pemerintah resmi menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan untuk seluruh segmen ditanggapi beragam oleh sejumlah pihak. Salah satu suara yang pesimistis datang dari ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Lukman Hakim.
Lukman menilai seharusnya kenaikan iuran tersebut tidak bisa hanya berdasarkan upaya pemerintah dalam menambal defisit BPJS Kesehatan semata. "Sebab tarif murah saja banyak yang menunggak, apalagi jika dinaikkan," katanya, Rabu, 30 Oktober 2019.
Yang jauh lebih penting, menurut Lukman, adalah penentuan tarif harus menggunakan analisis ability to pay dan willingness to pay. "Harus membandingkan antara kemampuan bayar dengan kemauan bayar," katanya. Sebab, dua faktor tersebut harus memiliki titik temu agar kebijakan itu bisa berjalan efektif.
Masalah kepuasan pengguna fasilitas BPJS Kesehatan juga menjadi faktor yang harus diperhatikan oleh pemerintah. "Kepuasan ini akan mempengaruhi kemauan bayar dari masyarakat," ucap Lukman.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar kajian tersebut dilakukan oleh pihak ketiga. "Agar hasilnya bisa lebih obyektif," katanya. Kajian juga harus melibatkan lembaga yang bergerak di bidang perlindungan konsumen. "Misalnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia."
<!--more-->
Lukman juga meminta pemerintah bersikap transparan agar kenaikan iuran itu bisa diterima oleh masyarakat. "Hasil kajian yang mendasari kenaikan iuran ini harus dibuka ke publik," katanya.
Selama beberapa tahun, BPJS Kesehatan mengalami defisit sehingga harus menunggak pembayaran klaim untuk rumah sakit. Hingga akhir tahun ini, BPJS Kesehatan diprediksi mengalami defisit Rp 32 triliun, naik dari tahun sebelumnya Rp 28 triliun.
Kenaikan iuran tersebut resmi seiring ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid tersebut ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis, 24 Oktober 2019.
Berdasarkan Perpres tersebut, tertulis dalam Pasal 29, iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) meningkat menjadi Rp 42 ribu dari saat ini sebesar Rp 25.500. Kenaikan iuran PBI yang berasal dari anggaran pemerintah ini akan berlaku surut pada 1 Agustus 2019.
Kenaikan iuran terjadi terhadap seluruh segmen peserta. Dalam Pasal 34 beleid tersebut diatur bahwa iuran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Kelas 3 akan meningkat menjadi Rp 42 ribu, dari saat ini sebesar Rp 25.500.
Iuran peserta BPJS Kesehatan atau mandiri Kelas 2 akan meningkat menjadi Rp 110 ribu dari saat ini sebesar Rp 51 ribu. Lalu, iuran peserta Kelas 1 akan naik menjadi Rp 160 ribu dari saat ini sebesar Rp 80 ribu.