Aturan IMEI Buat Kendalikan Black Market Ponsel, Rudiantara: Siap
Reporter
Eko Wahyudi
Editor
Dwi Arjanto
Rabu, 9 Oktober 2019 05:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyatakan sudah siap untuk menandatangan terkait regulasi validasi International Mobile Equipment Identity (IMEI). Namun menurutnya, tidak serta merta langsung disahkan, tapi harus bersamaan ditandatangan dengan Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
"Saya sudah siap, saya sudah mendapatkan dari surat Menkopolhukam, tapi kan kita tanda tangannya harus bareng dengan Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan," kata Rudiantara di Kantor Bukalapak, Selasa, 8 Oktober 2019.
Menurutnya, jika regulasi itu diberlakukan lebih cepat, maka akan semakin baik ke depannya untuk menyelamatkan potensi pajak yang bisa didapatkan sampai triliunan rupiah.
Sebelumnya, Rudiantara menargetkan bahwa peraturan menteri ini rencananya diteken pada pertengahan Agustus 2019. "Target kita memanfaatkan momentum 17 Agustus, memanfaatkan hari kemerdekaan," ujarnya di kantornya, Jalan Medan Merdeka, Jumat, 2 Agustus 2019.
Rudiantara mengatakan pengendalian penjualan ponsel black market akan berdampak menyehatkan pertumbuhan industri ponsel. Selain itu, langkah pemerintah mengerem penjualan ponsel selundupan berpotensi mendorong pendapatan pajak.
<!--more-->
Menurut dia, penjualan ponsel-ponsel ilegal itu selama ini telah mengganggu ekosistem industri.
Rudiantara mengatakan, setelah aturan diterapkan, pengaktifan ponsel mesti melalui sistem pairing atau pencocokan antara nomor ponsel mobile subscriber integrated services digital network number atau MSISDN dan kartu SIM.
Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys mendukung langkah pemerintah merancang regulasi yang mengatur validasi IMEI untuk mengendalikan penjualan ponsel di pasar gelap atau black market. Karena menurutnya, saat ini negara menanggung kerugian Rp 2 hingga 3 triliun karena karena peredaran ponsel selundupan tersebut.
Kerugian itu berasal dari total penjualan ponsel BM (black market) yang mencapai Rp 10 juta unit per tahun,” katanya di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Jumat, 2 Agustus 2019.
Menurut Merza, kerugian triliunan rupiah ini semestinya masuk sebagai pendapatan pajak pemerintah. Adapun dari kisaran 10 juta unit ponsel gelap yang beredar, potensi pendapatan pajak yang hilang ialah pajak pertambahan nilai atau PPn 10 persen dan pajak penghasilan atau PPh 2,5 persen.
EKO WAHYUDI l FRANCISCA CHRISTY ROSANA